forumku.com logo Forumku Borobudur Budaya Indonesia
forumku  

Go Back   forumku > > >
Register Register
Notices

Forum Militer dan Pertahanan | Defence and Military Forum Militer dan Pertahanan Indonesia.

Post New Thread  Reply
 
Thread Tools Search this Thread Display Modes
Old 6th November 2012, 01:25 PM   #1
[M]
newbie
 
andi.teguh's Avatar
 
Join Date: 22 Sep 2012
Userid: 285
Location: http://www.forumku.com
Posts: 1,375
Real Name: andi teguh
Likes: 0
Liked 228 Times in 169 Posts
Default Indomiliter @Tabloid Paradigma News



Momen Potensial Munculnya Black Flight di Indonesia

Setiap tanggal 9 April dan 5 Oktober, warga Ibukota Jakarta dibuat terkesima dengan defile dan flypass dari pesawat-pesawat tempur TNI AU. Sebagian besar warga Jakarta dibuat kagum atas deru mesin jet tempur yang membelah langit. Yang jadi bintang, tak lain dan tak bukan adalah alutsista nomer wahid milik Republik Indonesia, seperti Sukhoi Su-27/30, F-16 Fighting Falcon, Hawk 109/209, dan F-5E/F Tiger.

Melihat dari kecenderungannya, beberapa hari jelang perhelatan akbar, selalu dilakukan latihan flypass, terbang formasi, bahkan atraksi aerobatik. Saya yang kebetulan tinggal di area Jakarta Selatan, biasanya mulai melihat flypass jet tempur secara intens pada H-7.

Lepas dari flypass dan atraksi aerobatik jet tempur diatas, sebenarnya ada suatu hal yang harus diwaspadai secara seksama, terutama oleh elemen Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Seperti sudah menjadi rahasia umum, dari segi kuantitas, Indonesia sangat kekurangan jet tempur. Jumlah jet tempur yang ada setiap hari dioperasikan secara terbatas untuk misi patroli, sebagian lagi ada di pangkalan untuk misi perbaikan.



Setiap tanggal 9 April dan 5 Oktober, warga Ibukota Jakarta dibuat terkesima dengan defile dan flypass dari pesawat-pesawat tempur TNI AU. Sebagian besar warga Jakarta dibuat kagum atas deru mesin jet tempur yang membelah langit. Yang jadi bintang, tak lain dan tak bukan adalah alutsista nomer wahid milik Republik Indonesia, seperti Sukhoi Su-27/30, F-16 Fighting Falcon, Hawk 109/209, dan F-5E/F Tiger.

Melihat dari kecenderungannya, beberapa hari jelang perhelatan akbar, selalu dilakukan latihan flypass, terbang formasi, bahkan atraksi aerobatik. Saya yang kebetulan tinggal di area Jakarta Selatan, biasanya mulai melihat flypass jet tempur secara intens pada H-7.

Lepas dari flypass dan atraksi aerobatik jet tempur diatas, sebenarnya ada suatu hal yang harus diwaspadai secara seksama, terutama oleh elemen Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Seperti sudah menjadi rahasia umum, dari segi kuantitas, Indonesia sangat kekurangan jet tempur. Jumlah jet tempur yang ada setiap hari dioperasikan secara terbatas untuk misi patroli, sebagian lagi ada di pangkalan untuk misi perbaikan.



Meski tentunya sudah disiasati, intinya saat hajatan 9 April sebagai hari jadi TNI AU, dan 5 Oktober sebagai HUT TNI, tingkat kesiapan jet tempur (terutama di wilayah perbatasan) menjadi berkurang, pasalnya sebagian ‘ditarik’ ke Jakarta untuk keperluan flypass. Sampai saat ini Kohanudnas memiliki 17 unit radar yang terbagi dalam Kosek (komando sektor). Kosek I yang bermarkas di Halim membawahi 6 radar, Kosek II di Makassar membawahi 5 radar, Kosek III di Medan membawahi 4 radar, dan Kosek IV di Biak membawahi 2 radar. Dalam pelaksanaan operasinya, unsur Kohandunas berintegrasi dan berkoordinasi dengan radar sipil, terutama untuk wilayah-wilayah di Indonesia Timur yang masih minim dari pantauan radar militer.

Momen Emas Terjadinya Black Flight
Dengan berkurangnya jumlah jet tempur di pangkalannya masing-masing, menjadi peluang emas bagi pihak asing untuk lebih leluasa melakukan misi black flight (penerbangan gelap). Mereka tahu, bila pada tanggal-tanggal tertentu kekuatan ‘interceptor’ TNI AU berkurang. Adanya elemen Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) pastinya dapat mengelimir misi black flight yang akan masuk ke wilayah-wilayah obyek vital. Tapi tetap saja, elemen Kohanudnas yang utama adalah jet buru sergap untuk mengadakan tindakan sebelum black flight bertindak lebih jauh.

Black Flight
Sepanjang sejarah eksistensi hanud di Tanah Air, patut disyukuri ancaman yang dihadapi masih sebatas munculnya beberapa kali penerbangan gelap (black flight). Memang banyak diantara black flight berhasil dihadang oleh jet buru sergap TNI AU, tapi beberapa momen black flight lainnya hanya berhasil ditangkap oleh satuan radar TNI AU tanpa bisa direspon lebih lanjut. Umumnya black flight terjadi di wilayah sengketa atau konflik. Dalam beberapa laporan, black flight atau penerbangan tanpa izin kerap terdeteksi di Timor Timur (sekarang Timor Leste), pasa masa pra dan paska referendum tahun 1999. Black flight juga terlihat saat konflik horizontal di Ambon, Maluku.

Black flight tak melulu berwujud pesawat jet tempur yang berkecepatan supersonic, tapi bisa juga pesawat sipil, atau bahkan diindikasi juga oleh jenis helikopter. Umumnya pola hadirnya helikopter bisa terendus dari pantauan kecepatan dan manuver yang terlihat dari layar radar. Sumber dari Majalah Angkasa edisi Februari 2009 menyebutkan, sejak tahun 2006 kehadiran black flight cenderung terus meningkat, di tahun 2006 tercatat Lasa (laporan sasaran) tidak dikenal berjumlah 18 kali, tahun 2007 meningkat menjadi 23 kali, dan di tahu 2008 meningkat lagi menjadi 26 kali, dengan perincian 10 kali pelanggaran wilayah kedaulatan dan 16 kali pelanggaran yang bersifat mengancam wilayah kedaulatan.

Jenis-jenis pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah udara nasional diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran wilayah udara nasional, pelanggaran air defence identification zone, dan laporan sasaran tidak dikenal (Lasa X)/black flight. Semenjak tahun 2009 hingga Juni 2010, terjadi 23 kali pelanggaran kedaulatan pada wilayah udara nasional. Diantara jenis pelanggaran yang ada, pelanggaran black flight adalah yang paling sering terjadi (11 kali).

Dari laporan diatas bisa disimpulkan secara pihak asing kian berani melintasi ruang udara RI. Meski sering disambangi black flight, hingga kini tak ada satupun insiden yang dapat ditaklukan oleh sistem arhanud TNI. Tapi ada beberapa kejadian yang cukup menarik antara hadirnya sosok black flight dan keberadaan rudal darat ke udara di Tanah Air.

Seperti pada tahun 60-an, di masa perjuangan operasi Trikora, rudal SA-2 sebagai sistem pertahanan udara lapis kedua (areal defence) setelah pesawat tempur, pernah sekali waktu hampir digunakan untuk melibas target black flight yang diketahui sebagai pesawat intai U-2 Dragon Lady yang tengah melintas di Teluk Jakarta. Awak rudal SA-2 yang masuk skadron peluncur 102 berhasil mendeteksi U-2 dan kemudian melaporkan ke Panglima Kohanud. Oleh panglima diteruskan kepada presiden lewat jalur “telepon merah“ untuk menunggu perintah selanjutnya. Sementara operator radar sudah mengunci posisi U-2. Kalau Bung Karno ada di tempat ketika telepon berdering dari Panglima Kohanud, tidak seorang pun bisa membayangkan. Pilihannya memang bisa tembak atau tidak.



Terlepas dari pertimbangan politik, saat itu bisa hampir dipastikan rudal hanud SA-2 milik TNI mampu menjatuhkan U-2. Hal ini berkaca pada kejadian 1 Mei 1960, dimana SA-2 milik Uni Soviet berhasil menembak jatuh U-2 pada ketinggian 50.000 kaki. Berikutnya ada lagi informasi jatuhnya U-2 akibat sambaran SA-2 pada konflik Kuba vs Amerika Serikat di bulan Oktober 1962.

Gambaran diatas adalah situasi pada era 60-an, pertanyaannya bagaimana kesiapan sistem pertahanan udara kita saat ini?

sumber
__________________


andi.teguh is offline   Reply With Quote
Sponsored Links
Old 6th November 2012, 01:30 PM   #2
andi.teguh
[M]
newbie
 
andi.teguh's Avatar
 
Join Date: 22 Sep 2012
Userid: 285
Location: http://www.forumku.com
Posts: 1,375
Real Name: andi teguh
Likes: 0
Liked 228 Times in 169 Posts
Default Awas! Black Flight di Atas Lanud El Tari



Pada 16 September 1999 di Lanud El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, disiapkan 2 pesawat tempur Hawk 209, 1 Hawk 109, dan 3 pesawat tempur propeler OV-10 Bronco. Kegiatan berjalan seperti biasa pada hari itu, penerbang Hawk dipersiapkan untuk menggelar Combat Air Patrol (CAP) sebagai inti Operasi Pertahanan Udara “Elang Jaya”. (Dikutip dari Majalah Commando edisi Juli – Agustus 2004)

Dalam flight plan, ditentukan Kapten (Pnb) Azhar Aditama sebagai tactical lead dengan wing man Mayor (Pnb) Henry Alfiandi dan Lettu (Pnb) Anton Mengko. Azhar akan menerbangkan Hawk-209 TT-1207. Sedangkan Henry dan Anton menggunakan Hawk-100 versi tandem TL-0501. Persis pukul 08.45 Wita, mesin kedua pesawat dinyalakan dan segera lepas landas. Pesawat membumbung dengan formasi sejajar (take spread) hingga ketinggian 10.000 kaki, mengarah ke tenggara (225 derajat) menuju batas FIR (flight information region) Darwin. Jarak antar pesawat 1,2 mil.


Hawk 209 TNI AU

Hawk 109 TNI AU

Saat mendekati FIR, Azhar mengontak Satuan Radar (Satrad) 251 yang mengoperasikan radar jenis ground control interception (GCI). Saat Mayor Haposan melaporkan situasi di udara menurut pantauan radar, jam menunjukkan pukul 09.15. Masih dalam posisi sejajar, kedua pesawat terbang menyusuri FIR menuju arah pulau Roti, sekitar 80 mil dari El Tari.

Cepat sekali, mendadak Azhar dikagetkan oleh laporan Haposan. Satrad menangkap dua pesawat tidak dikenal melewati 10 mil dari batas FIR Darwin di ketinggian 8.000 kaki dengan kecepatan 160 knot. Begitu pelannya, Azhar dan rekannya menduga paling helikopter. Jarak antara Hawk dan ‘tamu tak diundang’ 97 mil, dengan heading 108 derajat dari Satrad. “Artinya mengarah ke lurus ke Satrad dari selatan,” jelas Kapten Azhar.

Karena posisinya mencurigakan, Satrad memerintahkan Hawk mendekati target. Hawk naik ke 20.000 kaki dengan terus dipandu oleh radar karena dalam jarak tersebut, radar Hawk belum bisa menangkap posisi target. Radar melaporkan lagi, bahwa jarak mereka mengecil jadi 40 mil. Mungkinkah Hawk di-jamming? Karena makin mencurigakan, Hawk meminta Satrad untuk terus menuntun hingga mendekati sasaran.

Setelah jarak menjadi sangat dekat, 10 mil, naluri tempur Azhar mulai bekerja. Dihidupkannya switch air combat manouver (ACM), agar radar rudal bekerja. Dengan kata lain, disiagakan untuk menembak. Saat itulah, Azhar, Henry dan Anton, dibuat kaget. Kedua pesawat asing tersebut, mendadak meleset dengan kecepatan 670 knot dan terus naik hingga 30.000 kaki. Melihat gelagat begitu, artinya tahu dikejar, mereka langsung bisa menyimpulkan bahwa pesawat diseberang sana adalah pesawat tempur.

Disinilah saat kritisnya. Kedua Hawk terus mengejar dengan kemampuan penuh, sambil terus mengikuti gerakan kedua target. Dengan kata lain, dog fight baru saja digelar di atas Pulau Roti. Sebagai tactical lead, Azhar mempertahankan posisi untuk tetap mengejar (di belakang). Kejar-kejaran berlangsung seru. Sampai akhirnya Hawk mencapai ketinggian lebih 30.000 kaki. Saat itulah, Kapten Azhar melihat dua titik hitam terbang vertikal dengan kecepatan 675 knot. Azhar dan Henry cepat mengambil posisi serang (pesawat kedua pindah ke belakang).
__________________


andi.teguh is offline   Reply With Quote
Old 6th November 2012, 01:30 PM   #3
andi.teguh
[M]
newbie
 
andi.teguh's Avatar
 
Join Date: 22 Sep 2012
Userid: 285
Location: http://www.forumku.com
Posts: 1,375
Real Name: andi teguh
Likes: 0
Liked 228 Times in 169 Posts
Default

Tiba-tiba GCI memecah lagi ketegangan, “Target di ketinggian 40.000 kaki (sekitar 12,1 Km) berbalik arah menuju Hawk!” Tapi Hawk saat itu di ketinggian 32.000 kaki (sekitar 9,75 Km) dengan posisi nose up. Sesaat lagi, keempat pesawat akan berpapasan. Ketika itulah, Azhar yang mendongakkan kepalanya ke atas melihat pesawat berekor ganda pada jarak 5 mil darinya menyambar ke arah berlawanan. “F-18,” umpat Azhar.


F/A-18 Hornet, lawan tanding Hawk 209 TNI AU, milik Australia kah?

Sebenarnya, saat kejar-kejaran, posisi dua Hawk sudah menguntungkan untuk menembak. Mereka berada tepat di belakang F-18. ACM sudah aktif, satu dari kedua pesawat telah terkunci dalam TD Box (penunjuk posisi target), missile lock on, tone slave. Artinya tinggal menunggu perintah, AIM-9 P-4 Sidewinder akan meleset mengejar target. Tapi komando bawah hanya memerintahkan : bayang-bayangi dan indentifikasi. Menurut Azhar, sepertinya F-18 Australia. Sayang, kedua F-18 sudah keburu kabur menuju FIR Australia. Kedua Hawk pun, memutuskan kembali ke pangkalan. Setelah itu, GCI banyak menangkap pergerakan pesawat di FIR Darwin. Entah ada hubungannya atau tidak, malamnya terjadi peristiwa menjengkelkan. Delapan F-18 terbang melintas di atas Lanud El Tari.

Nah, soal delapan F-18 yang terbang di atas lanud El Tari yang menarik dikupas, bila kedatangan F-18 Hornet siangnya sudah bisa terdeteksi oleh Satrad 251 yang menempatkan unit radanya di daerah Burean, pantai selatan Kupang, maka pada malamnya pun kehadiran pesawat tersebut bisa lebih dulu di deteksi, dan bukan hanya menjengkelkan, tapi juga memalukan, artinya F-18 berhasil masuk ke wilayah daratan RI, ditambah terbang di atas lanud. Meski ada Satrad, sangat disayangkan sebagai pangkalan aju, El Tari tak dilengkapi elemen arhanud, baik berupa rudal darat ke udara atau pun kanon PSU (penangkis serangan udara)


PSU jenis DShk kaliber 12,7mm milik Paskhas TNI AU, andalan pertahana udara titik jarak dekat.

Padahal bila ditelaah, pada masa itu arhanud RI memiliki deretan penangkis serangan udara yang lumayan ‘bertaring’, sebut saja dari TNI AD ada Rapier, RBS-70, bahkan rudal bopong SA-7 Strela pun sudah kita miliki. Belum lagi, dari unsur armada TNI AL, ada rudal Sea Cat yang bisa dilepas dari frigat Van Speik maupun frigat kelas Tribal. Entah mungkin karena koordinasi di tingkat Kohanudnas yang rumit dan birokratis, alhasil gelar unsur alutsista tak bisa digelar di lokasi tersebut. Kohanudnas merupakan komando utama terpenting dalam kekuatan Markas Besar TNI. Kohanudnas berfungsi sebagai mata dan telinga yang mengawasi berbagai pergerakan pesawat udara yang melintasi wilayah Indonesia.

Panglima Kohanudnas dijabat oleh perwira tinggi dari TNI AU, meski demikian untuk pengoperasian alutsistanya (rudal dan meriam) lebih banyak berada di bawah TNI AD dan TNI AL. Alustsista yang telah di BKO (bawah kendali operasi)-kan ke Kohanudnas, selanjutnya komando dan pengendaliannya berada di tangan Pangkosekhanudnas (Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional). TNI AU sendiri saat insiden El Tari belum memiliki rudal darat ke udara, TNI AU kala itu masih mengandalkan Triple Gun kaliber 20 mm peninggalan tahun 60-an. Berbeda dengan kondisi saat ini, dimana TNI AU, khususnya Korps Paskhas telah memiliki resimen baterai rudal sendiri yang mengandalkan Portable Combat Radar Vehicle QW-3 berikut rudal panggulnya.


kanon Triple Gun kaliber 20mm, arsenal andalan Paskhas TNI AU untuk pertahanan titik.

Sebuah Teori Insiden El Tari
Pada insiden melintasnya F-18 Hornet di atas lanud El Tari, ada sebuah teori yang mungkin bisa jadi kajian, namun sayang informasi fly pass F-18 Hornet tidak disertai dengan data-data ketinggian pesawat tersebut. Tapi secara logika, bila Hornet melintas dalam rangka pengintaian atau katakanlah provokasi, kemungkinan besar fly pass Hornet dalam ketinggian maksimum. F-18 Hornet secara umum dapat terbang dengan kecepatan 1,7 Mach pada ketinggian 15 Km.


F-117 Nighthawk, jet tempur yang kampiun untuk misi black flight

Bila seandainya Hornet terbang pada ketinggian tersebut, maka bisa dipastikan sistem hanud rudal dan merim PSU TNI tidak akan mampu berbuat banyak. Obyek bisa jadi sudah terindentifikasi satrad 251 yang menggunakan radar CGI/EW dengan kemampuan deteksi 250 mil (sekitar 403 Km), tapi sayang langkah penindakan tak bisa dilakukan. Sebagai ilustrasi, bila Hornet dihadang meriam PSU S-60 kaliber 57 mm TNI AD, jarak jangkau peluru yang bisa dilepas maksimum hanya 6 Km. Andai kata di kawasan El Tari sudah digelar Rapier dan RBS-70, Rapier pun hanya efektif meluncur maksium 6,8 Km dengan ketinggian ‘hanya’ 3 Km. Begitu pun dengan RBS-70 MK-2, rudal portable ini maksimum hanya efektif menjangkau sasaran hingga 7 Km dengan ketinggian ‘hanya’ 4 Km.


Satuan radar 251

Benar atau salah, saya memperkirakan pihak intelijen Australia memang sedari awal sudah mengetahui gelar kekuatan hanud di El Tari, seperti minimnya unsur arhanud hingga keberadaan pesawat-pesawat tempur TNI AU. Sebagai ilustrasi, ketinggian maksimum Hawk 109/209 adalah 13,5 Km. Bila dilihat dari spesifikasi pesawat, jet tempur TNI AU yang ideal menyergap Hornet adalah F-16 Fighting Falcon Skadron 3 di lanud Iswahyudi, Madiun. Tapi secara teori agak sulit untuk mengerahkan F-16, bila yang dihadapi black flight pada jarak sangat jauh.

Tapi lepas dari itu, misi operasi udara di perbatasan bukanlah misi perang, namum misi daman, sehingga tindakan yang bisa diambil maksmimalnya hanya pengusiran dan force down. Walau bila sampai ‘berani’ terbang fly pass di atas lanud, sebenarnya sudah amat kelewatan. Meski ada kemampuan untuk menyergap atau menembak Hornet sekalipun, situasi politik saat itu membuat pemerintah RI dihadapkan pada keputusan yang sulit untuk mengambil tindakan. Di dalam negeri TNI sedang dihujat berkaitan dengan isu pelanggaran hak asasi manusia, sedangkan di luar negeri, Indonesia kala itu tengah dikepung berbagai sanksi dan embargo.

Belum sempat menampilkan taringnya, akibat embargo militer dari AS dan Uni Eropa berdampak keras pada kesiapan alutsista TNI AU. Sebut saja pengiriman Hawk 109/208 sempa tertunda, bahkan pesawat F-16 sempat tidak memiliki cadangan ban, dan para teknisi asal AS ditarik pulang. Untuk jet F-5 pun nasibnya tragis, suku cadang yang jumlahnya sudah minim, beberapa kiriman komponen yang sudah dibeli malah ditahan pengirimannya. Begitu pun dengan proyek refrofit F-5 pun sempat terganggu karena solidaritas Belgia sebagai sesama anggota Uni Eropa

sumber
__________________


andi.teguh is offline   Reply With Quote
Post New Thread  Reply

Bookmarks



Similar Threads
Thread Thread Starter Forum Replies Last Post
SuperForex Company News Superforex_WDTP Forumku Forex Trading FFT 6005 12th May 2019 08:00 PM
[News] PUBG with UniPin now! mondyhito Forumku Games Community 0 19th April 2018 03:42 AM
Pengertian Laporan Keuangan, Paradigma, dan Poster adinu Forum BukuKuBaca 0 17th February 2017 12:46 PM
Metode Penelitian: Metodologi, Prinsip, Jenis, dan Paradigma adinu Forum BukuKuBaca 0 16th January 2017 02:04 PM
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/710139-rini-dorong-pertamina-bangun-spbu-di-myanmar partisusanti Infrastructure, Transportation and Communication! 0 11th December 2015 08:39 PM


Currently Active Users Viewing This Thread: 1 (0 members and 1 guests)
 
Thread Tools Search this Thread
Search this Thread:

Advanced Search
Display Modes

Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off

Forum Jump


All times are GMT +7. The time now is 10:26 AM.


forumku.com is supported by and in collaboration with

forumku.com kerja sama promosi kiossticker.com 5 December 2012 - 4 Maret 2013 Web Hosting Indonesia forumku.com kerja sama promosi my-adliya.com forumku.com kerja sama promosi situsku.com

Promosi Forumku :

CakeDefi Learn to Earn

Positive Collaboration :

positive collaboration: yukitabaca.com positive collaboration: smartstore.com positive collaboration: lc-graziani.net positive collaboration: Info Blog

Media Partners and Coverages :

media partner and coverage: kompasiana.com media partner and coverage: wikipedia.org media partner and coverage: youtube.com

forumku.com
A Positive Indonesia(n) Community
Merajut Potensi untuk Satu Indonesia
Synergizing Potentials for Nation Building

Powered by vBulletin® Version 3.8.7
Copyright ©2000 - 2024, vBulletin Solutions, Inc.
Search Engine Optimisation provided by DragonByte SEO v2.0.37 (Lite) - vBulletin Mods & Addons Copyright © 2024 DragonByte Technologies Ltd.
Google Find us on Google+

server and hosting funded by:
forumku.com kerja sama webhosting dan server
no new posts