JAKARTA - Pengusaha transportasi umum adalah salah satu pihak yang merasakan dampak langsung dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Alhasil, agar pengusaha tersebut tidak terhimpit, para pengusaha tersebut meresponnya dengan menaikan tarif. Meski ujung-ujungnya masyarakat kecil yang akan menanggung beban.

Menurut pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, kenaikan BBM dan penetapan kenaikan tarif transportasi umum sebesar 10 persen boleh saja, asalkan pemerintah dapat membantu meringankan beban pengusaha.

"Besaran tarif masih bisa di rembuk antara Kementerian Perhubungan dengan organda untuk bus AKAP. Pemerintah juga dapat membantu meringankan beban pengusaha dalam Organda dengan cara misalnya, bunga pinjaman bank rendah, ada harga khusus BBM, bea masuk suku cadang dihilangkan, bea kirim dan masuk terminal ditiadakan, hapus pungli dijalan dan lain-lain," ujarnya kepada Okezone, Senin (24/11/2014).


Selain itu, ia juga menambahkan Pemerintah seharusnya memberikan subsidi setidaknya untuk 16 kota yang sudah memiliki Bus Rapid Transit.

"Setidaknya untuk 16 kota yang sudah punya BRT dapat diberikan subsidi agar tarif tidak naik. Karena transportasi umum BRT sudah berbadan hukum, sehingga mudah pemantauannya. Bagi transportasi umum yang belum hukum segera dipercepat berbadan hukum sesuai amanah UU Nomor 22 tahun 2009 LLAJ," tandasnya.

Kemudian menurut dia, masing-masing kepala daerah juga harus bisa menjadi ujung tombak untuk merombak penataan transportasi umum di daerahnya masing-masing.