
Gedung perkantoran dari waktu ke waktu semakin menyesaki Ibukota Jakarta membuat pasar
ruang perkantoran di Jakarta kelebihan ketersediaan hingga akhir tahun ini. Bahkan, PT. Cushman & Wakefield Indonesia memperkirakan akan banyak ruang kantor yang kosong tanpa penyewa pada kuartal terakhir 2015.
Sampai kuartal tiga tahun ini, Cushman & Wakefield Indonesia mencatat persediaan akan ruang perkantoran di pusat bisnis Jakarta mencapai 5,04 juta meter persegi (m˛), naik 7,7% secara tahunan.
Menurut catatan Arief Rahardjo selaku Direktur Riset Cushman & Wakefield Indonesia, tingkat kekosongan ruang perkantoran di wilayah pusat bisnis Jakarta atau central business district (CBD) pada kuartal tiga 2015 11,9% atau naik sedikit 1,4% jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang tercatat 10,5%.
Berdasarkan data yang ada, tingkat kekosongan ruang perkantoran terbesar terjadi di wilayah Gatot Subroto (15,39%) kemudian disusul wilayah Kuningan (14,56%). Adapun untuk wilayah Satrio – Mas Mansyur sebesar 11,89%. Dan untuk wilayah Sudirman kekosongan mencapai 11,38% dari persediaan yang ada.
Untuk wilayah Thamrin sendiri cuma 7,19%. Sedangkan untuk wilayah CBD atau central business district lainnya hanya 1,4%. “Kedepannya, pemilik gedung akan menghadapi tingkat persaingan yang lebih berat,” paparnya di laporan properti kuartal tiga Cushman & Wakefield Indonesia yang diterima oleh laman KONTAN, Jumat (16/10/2015).
Baca juga properti lainnya tentang perkembangan bisnis kantor disewakan sedang melambat.
Nah, persaingan yang sangat kompetitif ini membuat para pengembang yang memiliki gedung perkantoran akan berupaya mempertahankan para penyewa besar (anchor tenant) untuk tetap berada di gedung milik mereka.
Apakah hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi dalam Negeri yang belum kondusif? Atau karena perusahaan besar yang tadinya menyewa ruang kantor di gedung-gedung tinggi, kini sudah banyak yang memiliki bangunan kantor sendiri.