View Single Post
Old 14th January 2017, 07:03 AM  
Sek. RT
 
Join Date: 8 Dec 2016
Userid: 5866
Posts: 21
Likes: 0
Liked 1 Time in 1 Post
Default Kisah Yahoo dan Realitas Kejam Bisnis Internet


Kita kembali disuguhkan suatu realitas kejam di ranah bisnis internet. Siapa yang tetap terjebak di zona enjoy serta tetap bersi kukuh dengan ide-ide usang, siap-siap saja terlindas serta menantikan mati.

Telah tidak sedikit contoh yang dapat kami lihat dalam satu dekade terbaru. Siapa yang tidak kenal Friendster pada masanya? Hanya dalam waktu singkat, pionir media sosial yang tadinya begitu terkenal sekejap terlupakan ketika Facebook hadir.

Tetapi kami kini tidak sedang menuturkan soal Friendster. Kini kami bicarakan saja soal Yahoo saja yang megap-megap ketika eranya diambil alih oleh Google. Padahal dulu, Yahoo punya peluang untuk semakin sehingga raja diraja di internet apabila sukses mengakuisisi Google saat tetap terjangkau.

Lalu, kini di mana posisi Yahoo? Pernah dihargai USD 125 miliar pada tahun 2000, saat ini hanya laku dipasarkan dengan harga terjangkau untuk perusahaan pionir internet sekaliber itu, hanya USD 4,83 miliar.

Pelajaran yang dapat dipetik di era saat ini, perusahaan teknologi timbul serta tenggelam. Bahkan status perusahaan raksasa internet kali ini tidak menjamin hidup mereka di masa depan.

Kisah Yahoo

Kisah Yahoo bermula puluhan tahun lalu, di tahun 1994. Jerry Yang, imigran asal Taiwan yang baru lulus dari Stanford berduet dengan David Filo, seorang programmer pendiam dari Lousiana. Mereka membikin direktori situs bernama David's Guide to the World Wide Web.

Direktori itu disukai pemakai internet. Tahun berikutnya, Sequoia Capital menyuntikkan modal untuk perusahaan yang berganti nama sehingga Yahoo itu, lalu menunjuk mantan eksekutif Motorola, Tim Kogle, sebagai CEO. Jerry Yang serta David Filo sendiri tetap tak sedikit terlibat.

Masa itulah Yahoo berjaya tanpa tandingan. Tahun 1998, Yahoo merupakan situs paling terkenal serta sudah go public atau berjualan saham di bursa. Pada Januari 2000, harga saham Yahoo mencapai titik puncak USD 118.

Tetapi kemudian, terjadilah apa yang disebut sebagai dotcom bubble di mana tak sedikit perusahaan internet bertumbangan. Harga saham Yahoo di tahun 2001 bahkan anjlok hingga USD 8.

Beruntung, Yahoo sanggup bersi kukuh di masa-masa susah tersebut. Tampuk kepemimpinan berganti dengan ditunjuknya Terry Semel, mantan eksekutif Warner Brothers, sebagai CEO menggantikan Kogle.

Di masa inilah, Yahoo melewatkan peluang besar yang tentu mereka sangat sesali. Dilansir Economic Times, Yahoo di tahun 2002 bisa saja membeli Google. Tetapi sebab tidak lebih gigih, aksi akuisisi tersebut tidak sempat terjadi.

Kemudian di tahun 2006, hampir saja Yahoo membeli Facebook. Tetapi Semel menurunkan tawaran dari USD 1 miliar ke USD 850 juta. Mark Zuckerberg yang sebetulnya terbukti tidak lebih berniat menjual Facebook akhirnya sangatlah mantap menolak tawaran Yahoo.

Google serta Facebook kemudian menjadi raksasa yang melahap bisnis Yahoo. Kedua perusahaan itu tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu argumen mengapa Yahoo terpuruk di kemudian hari.

Tentu saja tidak semua taktik Yahoo gagal. Pada tahun 2005, Jerry Yang mengatur pembelian 40% saham perusahaan e-commerce asal China, Alibaba, USD 1 miliar.

Sebuah pembelian berisiko, tetapi kemudian berhasil besar sebab Alibaba berkembang sehingga raksasa e-commerce di China. Saat ini, saham Yahoo di Alibaba itu kualitasnya kurang lebih USD 80 miliar, jauh lebih besar dari kualitas Yahoo sendiri.

Waktu pun berlalu. Tahun 2008, Yahoo mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Microsoft datang memberi penawaran sekualitas USD 44,6 miliar. Tetapi ditolak oleh Jerry Yang yang saat itu CEO Yahoo, sebab berpendapat tawaran itu terlampau rendah.

Penolakan itu terbukti kebijakan yang salah serta lagi-lagi berujung penyesalan, sebab kualitas Yahoo semakin menurun. Tiga tahun seusai tawaran Microsoft itu, kapitalisasi pasar Yahoo hanya USD 22,24 miliar.

Begitulah, Yahoo tidak sempat sanggup bangkit semacam zaman keemasannya dahulu meski telah bergonta-ganti CEO. Kapitalisasi pasar mereka makin anjlok, PHK terpaksa diperbuat serta operasional kantor di beberapa negara tergolong Indonesia ditutup.

Last edited by rizalcopy; 14th January 2017 at 07:07 AM..
Likes:(1)
rizalcopy is offline   Reply With Quote