View Single Post
Old 1st March 2018, 12:49 PM  
KaDes Forumku
 
Join Date: 20 Jan 2018
Userid: 6851
Posts: 671
Likes: 0
Liked 4 Times in 4 Posts
Default Pilkada akan Menguji Prospek Jokowi di Pilpres 2019

Kampanye dimulai di setengah dari provinsi-provinsi di negara tersebut. Beberapa partai baru akan memilih kandidat mereka untuk pemilihan presiden bulan April 2019, setelah mereka melihat bagaimana nasib mereka di tingkat lokal pada tahun ini. Di dalam koalisi yang berkuasa, partai Golkar telah memutuskan untuk mendukung Jokowi, untuk maju mencalonkan diri kembali sebagai presiden. Prabowo Subianto diperkirakan akan memimpin kelompok oposisi. Hal tersebut tentu saja akan menguji prospek Jokowi dalam pilpres tahun depan.

Oleh: Jun Suzuki, Erwida Maulia (Nikkei)

Kampanye dimulai di Indonesia pada tanggal 15 Februari untuk pemilu daerah, yang akan berpengaruh signifikan terhadap prospek Jokowi untuk mempertahankan kepresidenannya pada tahun depan.

Pemilihan gubernur akan diadakan di setengah dari 34 provinsi di Indonesia pada tanggal 27 Juni, begitu juga pemungutan suara yang akan dilakukan di 39 kota dan 115 kabupaten.

Beberapa partai baru akan memilih kandidat mereka untuk pemilihan presiden bulan April 2019, setelah mereka melihat bagaimana nasib mereka di tingkat lokal pada tahun ini yang akan mempengaruhi prospek Jokowi.

Hasil pilkada juga akan menjadi kesempatan bagi para pihak untuk memetakan sebuah strategi, dan mempertimbangkan mitra koalisi untuk pemilihan nasional, menurut Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Penelitian dan Konsultasi Saiful Mujani.

Akibatnya, pilkada pada bulan Juni cenderung akan mengalami jenis kampanye besar seperti yang akan dilakukan di tingkat nasional yang dapat mempengaruhi prospek Jokowi di pilpres 2019.

Di dalam koalisi yang berkuasa, partai Golkar telah memutuskan untuk mendukung Jokowi, untuk maju mencalonkan diri kembali sebagai presiden. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Jokowi—yang dikepalai oleh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri—di sisi lain, belum secara resmi memilih seorang kandidat.

Prabowo Subianto diperkirakan akan memimpin kelompok oposisi. Mantan menantu almarhum Presiden Soeharto tersebut, berhadapan dengan Jokowi dalam pemilihan presiden terakhir di tahun 2014.

Keduanya saat ini dipandang sebagai satu-satunya kandidat yang secara realistis bisa mendapatkan cukup dukungan di parlemen, untuk mendapat kesempatan di kursi kepresidenan. Di bawah sistem politik Indonesia, calon presiden memerlukan dukungan minimal 20 persen di kursi parlemen.

Yang lebih penting lagi, gubernur yang menang pada bulan Juni mendatang, akan sangat berperan dalam memobilisasi suara dalam pemilihan presiden yang sangat mempengaruhi prospek Jokowi di pilpres 2019. Pada tahun 2014, Gubernur Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat berhasil mempengaruhi pemilih yang mendukung Prabowo, kata Hanan.

Yang menarik adalah pemilihan gubernur di empat provinsi berpenduduk paling padat di Indonesia, yaitu di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.

Sejumlah kandidat meluncurkan kampanye mereka di pusat-pusat keagamaan. Harapan Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengunjungi pesantren di Kabupaten Purwakarta pada tanggal 15 Februari.

“Saya datang ke sini untuk mendengarkan harapan para siswa dan ulama, serta meminta para ulama untuk mendoakan saya dalam pencalonan diri saya,” kata Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung.

Saifullah Yusuf—Wakil Gubernur Jawa Timur yang sekarang mencalonkan diri sebagai gubernur—mengunjungi ulama di provinsi tersebut, sebuah kubu Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan organisasi Muslim terbesar di Indonesia.

Yusuf sendiri adalah anggota NU. Saingannya, mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, adalah tokoh terkemuka di sayap perempuan organisasi tersebut.

Parawansa memulai kampanyenya dengan mengunjungi desa nelayan, di mana dia berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan memberdayakan pekerja perempuan di sana.

Setelah melakukan reformasi yang luas dan kampanye anti-korupsi sebagai Wali Kota Surakarta dan kemudian sebagai Gubernur Jakarta, Jokowi terpilih sebagai presiden oleh para pemilih yang melihatnya sebagai pemimpin yang turun langsung dan menyelesaikan banyak hal.

Dengan kekhawatiran publik akan korupsi yang meluas, tidak ada kepala pemerintahan daerah yang tidak masuk akal, yang akan mendapat dukungan luas.

Perhatian serius dalam pemilu yang akan datang adalah ancaman perpecahan agama dan etnis yang baru.

Pemilihan gubernur 2017 di Jakarta—di mana Anies Baswedan mengalahkan petahana beretnis China dan umat Kristen Basuki Tjahaja Purnama—dipenuhi oleh demonstrasi anti-Ahok yang besar, yang diselenggarakan oleh kelompok Islam konservatif.

“Agama adalah faktor kunci yang menjelaskan kemenangan Anies dan Sandi,” kata Burhanuddin Muhtadi dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia, yang juga mengacu pada pasangan Anies, Sandiaga Uno.

“Dengan keberhasilan politik identitas, tidak mengherankan jika para calon menggunakan strategi tersebut untuk menang di wilayah lain.”

Terdapat kekhawatiran bahwa meningkatnya pengaruh Muslim yang disebut garis keras dapat mempengaruhi keputusan investasi perusahaan asing.

Negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara tersebut telah mengalami kemajuan yang cukup besar dalam demokratisasi, sejak runtuhnya kediktatoran Suharto yang telah berlangsung lama pada tahun 1998.

Secara khusus, pemilihan nasional dan daerah dalam beberapa tahun terakhir telah memperkuat institusi demokratis dan stabilitas politik. Manfaat ekonomi yang dihasilkan, seperti meningkatnya investasi asing, telah membuat Indonesia bergabung dalam kelompok ekonomi G-20. Tapi negara tersebut masih harus menempuh perjalanan panjang dalam hal pengeluaran dana kampanye yang transparan.

Para partai menggunakan pengeluaran yang sangat besar selama musim pemilu, dengan sering mengadakan acara seperti konser pop untuk memenangkan hati para pemilih.

Salah satu orang yang berpengaruh, mundur dari pencalonan diri sebagai gubernur di Jawa Timur, dan mengungkapkan bahwa dibutuhkan biaya sekitar 40 miliar rupiah untuk menjalankan kampanye yang sukses.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korups (KPK) telah mengungkapkan sebuah kasus yang diduga melibatkan seorang kandidat. “KPK sangat menyesalkan bahwa penyuapan para pemimpin daerah terus terjadi. KPK menemukan di salah satu penggerebekan kami pada tahun 2018… bahwa suap telah digunakan untuk mendanai kampanye pemilihan kembali para petahana,” kata badan anti-korupsi tersebut dalam sebuah pernyataan.

“Semuanya ini adalah hal biasa di Indonesia, karena pemilu diadakan hampir setiap tahun,” kata Jokowi dalam sebuah wawancara dengan Nikkei Asian Review pada bulan Desember. Kini saat kampanye sedang berlangsung, pemerintah harus mengurangi dampak buruk yang mungkin terjadi, terhadap perekonomian negara tersebut.

Sumber : Pilkada akan Menguji Prospek Jokowi di Pilpres 2019
Itsaboutsoul is offline   Reply With Quote