View Single Post
Old 9th April 2018, 02:17 PM  
KaDes Forumku
 
Join Date: 20 Jan 2018
Userid: 6851
Posts: 671
Likes: 0
Liked 4 Times in 4 Posts
Default Cerita Korban Serangan Kimia Suriah: ‘Rasanya Paru-paru Saya Seperti Mati’

Para aktivis dan korban serangan kimia yang selamat berbagi cerita tentang ketakutan dan keterkejutan mereka setelah serangan kimia di Douma, Ghouta Timur, Suriah pada Sabtu (7/4). Salah satunya mengatakan bahwa saat serangan kimia itu terjadi, ia merasa bahwa ia tidak bisa bernapas dan paru-parunya seperti ‘mati’.

Oleh: Farah Najjar (Al Jazeera)

Dengan berlari panik menuruni tangga, dengan sepotong kain basah menutupi mulutnya dan seorang gadis kecil di masing-masing lengan, segalanya menjadi gelap bagi Khaled Abu Jaafar.

“Saya kehilangan kesadaran. Saya tidak bisa bernapas lagi; rasanya paru-paru saya mati,” kenang penduduk Douma, di Ghouta Timur, Suriah tersebut.

“Saya terbangun sekitar 30 menit kemudian dan mereka telah menanggalkan pakaian saya dan mencuci tubuh saya dengan air,” Abu Jaafar mengatakan kepada Al Jazeera pada Minggu (8/4). “Mereka mencoba membuat saya muntah ketika mulut saya mengeluarkan zat kuning.”

Abu Jaafar adalah salah satu korban serangan kimia yang selamat dan berjuang untuk menghadapi efek serangan kimia pada Sabtu (7/4) di kota Douma yang terkepung, yang merupakan markas pemberontak terakhir di dekat ibu kota Suriah, Damaskus.

Para petugas penyelamat dan staf medis mengatakan bahwa sedikitnya 85 orang tewas yang menjadi korban serangan kimia tersebut—tuduhan yang dibantah oleh pemerintah Suriah sebagai “lucu”.

Di antara mereka yang tewas, kata saksi, banyak wanita dan anak-anak yang mencari perlindungan di ruang bawah tanah bangunan, untuk menghindari pengeboman berat oleh pasukan pro-pemerintah.

Abu Jaafar, seorang pekerja stasiun radio, mengatakan bahwa ketika penduduk yang panik mulai berlarian setelah serangan itu, dia bergegas ke salah satu tempat persembunyian ini untuk memeriksa teman-temannya dan membantu orang-orang keluar.

“Sementara orang-orang berada di tempat penampungan, beberapa orang di atap berhasil melihat bom-bom gas ketika bom tersebut dijatuhkan dari pesawat,” kata Abu Jaafar, menggambarkan apa yang dia katakan sebagai gas hijau yang berasal dari tabung yang jatuh dari langit.

“Mereka yang melihat bom tersebut bergegas untuk memberitahu semua orang di ruang bawah tanah untuk mengungsi,” tambahnya. “Saya naik dan turun tangga sekitar tiga kali untuk membantu mengevakuasi anak-anak dari bangunan tersebut.”
Kesepakatan evakuasi

Serangan itu terjadi pada hari kedua dari serangan darat dan udara yang sengit oleh pasukan pro-pemerintah, setelah periode yang relatif tenang.

Tentara Suriah mengatakan bahwa serangan itu adalah tanggapan terhadap penembakan mematikan oleh Jaish al-Islam—kelompok oposisi terakhir yang tersisa di Ghouta Timur—terhadap daerah pemukiman di Damaskus. Jaish al-Islam membantah tuduhan itu.

Kelompok itu saat ini sedang bernegosiasi dengan tentara Rusia—sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad—mengenai kemungkinan kesepakatan evakuasi, menurut laporan yang disiarkan oleh media pemerintah dan oposisi pro-Suriah Orient TV.

Pekan lalu, dua kelompok pemberontak lainnya mencapai kesepakatan evakuasi dengan Rusia, yang mengakibatkan sekitar 19 ribu orang pergi ke provinsi utara Idlib.

Mereka termasuk para pejuang dari kelompok Faylaq al-Rahman dan Ahrar al-Sham, kerabat mereka, dan penduduk setempat lainnya.

Kelompok-kelompok pemberontak berpendapat bahwa evakuasi itu adalah pemindahan paksa, tetapi menyerah setelah berminggu-minggu pengeboman yang intens.

Sementara itu, warga sipil yang tersisa terus bertahan dalam kampanye pengeboman dan dampak dari pengepungan pemerintah yang melumpuhkan, yang telah terjadi sejak tahun 2013.
‘Pemandangan yang tidak tertahankan’

Serangan kimia di Douma adalah yang terbesar dari jenisnya di Suriah sejak April tahun lalu, ketika agen saraf sarin atau zat yang mirip sarin dijatuhkan ke kota Khan Sheikhoun, dan menewaskan sedikitnya 85 orang.

Gejala serangan klorin termasuk dispnea dan batuk, serta iritasi intensif pada selaput lendir, dan kesulitan bernapas.

Pada Sabtu (7/4) malam, para petugas penyelamat mengunggah video di media sosial, yang menunjukkan korban serangan kimia menunjukkan gejala yang konsisten dengan serangan gas. Beberapa korban serangan kimia tersebut tampaknya mengeluarkan busa putih di sekitar mulut dan hidung mereka.

Abu Jaafar mengatakan bahwa korban serangan kimia yang tidak berhasil dievakuasi dari tempat penampungan, tewas seketika.

“Ada ruang bawah tanah di bangunan lain, di mana orang-orang di dalamnya tidak melihat gas tersebut tepat waktu. Kami memasuki bangunan-bangunan itu dan menemukan mayat di tangga dan di lantai—mereka tewas ketika mencoba untuk keluar,” katanya.

Meskipun beberapa warga Douma bergegas ke berbagai titik medis, namun kekurangan pasokan dan dokter membuat pilihan pengobatan sangat terbatas.

Para aktivis mengatakan bahwa beberapa klinik dan tim ambulans Douma telah diserang selama kampanye pengeboman, yang sebagian besar mengganggu kapasitas bantuan medis kota tersebut.

Aktivis lokal Alaa Abu Yasser juga berada di antara mereka yang mencoba membantu mengevakuasi orang-orang.

“Saya pergi ke sebuah gedung di mana sekitar 35 orang tewas akibat serangan ini; pemandangan yang saya lihat tidak tertahankan, tidak seperti yang pernah saya lihat di film-film,” katanya kepada Al Jazeera, menggambarkan dampak dari serangan itu.

“Ketika saya mendekati gedung itu, seorang ayah menangis histeris ketika dia menyeret kakinya ke arah kami membawa kedua anaknya… dia memeluk mereka, mengendus, dan mencium mereka setelah mereka mati lemas,” Abu Yasser menambahkan.

Beberapa saksi yang berbicara kepada Al Jazeera mengatakan bahwa selama serangan kimia itu, sudah menjadi praktik umum bagi orang-orang untuk bergegas ke lantai atas dan atap bangunan dalam upaya untuk menghindari menghirup gas yang cenderung “menempel di tanah”.

“Ketika kami tiba di atap gedung di tempat saya membantu, saya melihat tubuh seorang ibu yang tidak bernyawa berusia 50-an tahun, dengan dua anak perempuannya yang sudah dewasa dan seorang anak dengan tangan saling berpelukan, semua berbusa di mulutnya,” kata Abu Yasser.

“Saya sebagian besar melihat tubuh wanita dan anak-anak di tiga kamar terpisah; mereka ditempatkan di sana untuk menghindarkan bau gas dari mereka yang selamat,” tambahnya.

Meskipun White Helmets—sekelompok penyelamat yang beroperasi di daerah yang dikuasai oposisi di Suriah—dan Syrian American Medical Society telah memberikan jumlah korban tewas setidaknya mencapai 85 orang, namun terdapat kekhawatiran bahwa jumlah korban tewas dalam serangan itu bisa lebih tinggi.

“Tim penyelamat belum dapat mendokumentasikan semua kasus,” kata aktivis lokal Mansour Abu al-Khair kepada Al Jazeera. “Mereka kewalahan dan tidak bisa menghadapi dampak serangan itu.”

Dia menjelaskan bahwa banyak dari mereka yang kehilangan nyawa, masih berada di bawah bangunan yang hancur dan belum ditarik dari puing-puing.

“Yang lainnya langsung dikubur oleh keluarga mereka, jadi mereka tidak dihitung dalam jumlah korban yang terdaftar,” kata al-Khair.

“Kami memperkirakan jumlah korban tewas lebih dari 100 orang,” tambahnya.



Sumber : Cerita Korban Serangan Kimia Suriah: ‘Rasanya Paru-paru Saya Seperti Mati’
Itsaboutsoul is offline   Reply With Quote