RUB berutang pada Federal Reserve?
Di negara manapun, masyarakatnya akan kecewa dengan berita saat nilai mata uang nasionalnya menurun. Tidak terkecuali ruble Rusia. Namun, para analis mengakui fakta bahwa ruble telah mengerahkan kekuatannya meskipun terdapat haluan domestik dan global. Secara khusus, Kremlin tengah berupaya untuk mendorong nilai ruble turun. Bahkan, pemerintah memuji ketahanannya yang luar biasa terutama terhadap faktor-faktor eksternal, pertama dan paling utama adalah perubahan kebijakan terbaru dari Federal Reserve. Pada rapat kebijakan akhir Februari lalu, bank sentral AS tersebut mengumumkan rencananya untuk menerapkan pendekatan yang sabar terhadap kebijakan moneter dan mengambil jeda dalam siklus pengetatan moneter. Retorika dovish selama ini berdampak bullish untuk mata uang pasar berkembang, termasuk ruble Rusia. Sementara itu, Federal Reserve tengah mempertimbangkan mengenai minimal satu kenaikan suku bunga pada tahun ini. Selain itu, Fed mengumumkan siap untuk menghentikan pengurangan neraca keuangannya yang membengkak. "Dengan begitu, keputusan yang berhati-hati dari regulator AS mencabut sinar dari dolar AS sebagai aset berimbal hasil tinggi. Sebaliknya, ruble memenangkan hati para investor karena kapasitas imbal hasilnya kini dianggap sebagai salah satu yang paling menarik di antara mata uang-mata uang global lainnya," analis forex Andrey Kochetkov mengomentari performa ruble yang kuat.Kementerian Keuangan Rusia juga meraih untung dari retorika lunak Fed. Kementerian meraih untung dari lelang obligasi pinjaman federal yang dijual ditengah meningkatnya permintaan untuk aset-aset berisiko. Lelang yang suskes memberikan ruble Rusia dukungan kuat. Kesimpulannya, ruble dapat menemukan sebuah alasan untuk menguat ke level 62 melawan dolar. Satu-satunya ancaman kenaikan stabil ruble adalah intervensi Bank of Russia di Forex karena pemerintah ingin mata uang nasional yang lebih lemah