View Single Post
Old 19th October 2012, 12:23 AM  
admin
Administrator
 
admin's Avatar
 
Join Date: 5 Jul 2012
Userid: 1
Posts: 5,047
Likes: 1,731
Liked 190 Times in 113 Posts
Default

Welcome to (hidden) paradise

Sebuah areal yang di hadapan ku jelas tersaji deburan ombak kencang laut
selatan. Bentang pasir putih. Bukit di sisi barat, kanan arah kedatangan.
Gundukan karang besar. Jejeran pohon kelapa. Rumah-rumah kecil. Sapuan angin
yang tidak kencang. Cahaya mentari sore yang membawa kehangatan. Selain itu
menghadirkan pesona warna kekuning-kuning-an layaknya menjelang senja. Sadar
se sadar-sadar-nya aku sudah berada di sebuah surga tersembunyi bernama
Pantai Klayar.

Perlahan mobil mengikuti jalan menurun hingga berhenti di pinggir pantai.
Mungkin karena bulan puasa meski hari Sabtu suasana tidak ramai. Beberapa
warung masih buka. Saat menginjak pantai ku pegang butiran pasir pantai
berwarna putih, memang halus. Menatap kembali ke depan, kiri, kanan,
membiarkan telinga mendengarkan alunan musik alam, inilah keindahan. Sebuah
kata yang tidak mudah di uraikan, lebih tepat di rasakan.

Ngga sabar ingin berada di atas bukit bagian barat. Bernafsu ingin menikmati
pesona yang lebih ketimbang berada di bawah. Meyakinkan kembali di tubuh ku
tidak ada yang berwarna hijau baik itu baju, tas kamera, dan lain-lain.
Percaya tidak percaya dengan mitos warna hijau. Ini laut selatan lho. Konon
penguasa laut selatan menyukai yang berwarna hijau. Berada disini sama
sekali tidak bertujuan menunggu di jemput lalu menuju istana gaib.

Ada jalan setapak. Di atas ada gardu pandang. Tidak peduli dangan sapuan
angin kencang berjalan menuju gardu pandang. Baru jalan beberapa langkah
sudah diam lagi untuk memencet tombol shutter kamera. Melangkah
lagi...berhenti lagi...pemandangan yang terlalu sayang untuk di lewatkan
tanpa menyimpan di memori kamera.

Di puncak bukit aku berada di pinggir tebing. Cukup tinggi. Tidak ada batas
pengaman supaya tidak terperosok jatuh. Jika itu terjadi langsung akan
menghujam bebatuan karang di bawahnya. Kita sendiri yang harus menjaga
keamanan diri.

Menghadap timur lagi-lagi pemandangan indah tersaji di depan mata. Barisan
ombak seakan silih berganti menuju pantai. Buih-buih, riak ombak, dari atas
terlihat sebagai garis putih memanjang.

Persis di bawah ku lihat seonggok batu karang besar yang terus menerus di
terpa ombak. Mengingatkan lirik sebuah lagu "batu karang yang teguh...batu
karang yang teguh...". Entah sudah berapa juta kali ia terpa ombak namun
tetap bertengger di tempatnya. Seakan ingin mengatakan inilah keteguhan
diriku. Hhhhmmm...bagus jadi obyek foto untuk ilustrasi.
Krek...krek...tombol shutter menyala saat lensa mengarah ke sang batu
karang.

Melowww...

Memandang laut lepas ada rasa ngeri sekaligus kagum. Ombak besar
bergulung-gulung begitu mudah menyapu siapa saja yang menantang. Namun
menyajikan pemandangan sangat menarik.

Andai saja diriku adalah seniman pasti ingin berlama-lama di atas bukit ini.
Seandainya aku pelukis, pasti ku bawa perangkat lukis, memuaskan diri
menuangkan ide yang muncul. Yakin di suasana seperti ini, yang tenang sambil
menatap pesona alam, akan muncul inspirasi untuk melukis.

Kalau saja aku menjadi penulis novel, pasti betah berjam-jam. Suasana yang
demikian sepi, tenang dengan musik alam, pemandangan indah, pasti
menghadirkan berbagai paragraf cerita. Tidak jarang mendengar novelis yang
perlu menyepi ke tempat seperti ini untuk merampungkan novelnya.

Kalau saja aku seorang musikus, pencipta lagu, berada di sini pasti bisa
menghasilkan beberapa lagu. Alam seperti pantai ini bisa memberikan sejuta
inspirasi. Andaikan bisa bermain gitar alangkah nikmatnya bisa senandung.
Teringat rekan ku yang sedang gandrung bermain biola. Kalau saja ia ada
disini sambil menggesek biolanya....hhhhmmmm....

Nikmatnya menjadi seniman....Iya, meski bukan pelukis, penulis, pengarang
lagu, disini aku pun bisa jadi seniman fotografi. Lah bukannya dari tadi
mencet tombol shutter terus. Duch kog jadi melow begini....wis ah...

Puas menikmati dari atas bukit saatnya menyusuri pantai menuju arah timur.
Sebuah bukit telah menanti. Berjalan di pinggir di saat terik panas matahari
berlalu memberikan kenikmatan tersendiri. Namun harus hati-hati ombak tenang
tiba-tiba saja bisa di-ikut-i ombak besar.

Khas Pantai Klayar

Berjalan tidak tujuan sampai di bukit. Sebelum bukit sebuah laguna nan
cantik telah berada di depan ku. Terlihat semakin cantik karena laguna di
apit 2 gugusan batu karang, lalu mengalir gulungam ombak bening menerpa
dinding karang. Terkadang ombak kecil terkadang ombak besar. Di tepi laguna
ombak besar mengakhiri petualangannya sebelum kembali lagi ke laut lepas.

Gugusan batu karang sebelah kiri (timur) laguna kalau di perhatikan mirip
batu Sphinx di Mesir. Areal batu karang bisa di jelajahi. Pasti perlu
hati-hati saat memanjat atau melewati karang-karang kecil. Disarankan
memakai alas kaki jika tidak teriak kesakitan tergores atau luka. Melewati
karang kecil dan tajam ternyata menjadi keasyikan tersendiri bagi yang
menyukainya. Informasinya di celah-celah karang menjadi tempat persinggahan
kepiting-kepiting kecil. Ingin mencoba berburu dijadikan santapan? Monggo
silahkan. Tidak ada larangan kog.

Di areal karang inilah juga yang menjadi keistimewaan serta ciri khas Pantai
Klayar. Jangan kaget kalau tiba-tiba akan muncul air laut yang menyemprot ke
atas. Tingginya bisa mencapai 10 meter. Mirip air mancur. Bisa terjadi
akibat dorongan air laut melewati celah-celah karang. Saat itu juga muncul
suara alami. Atraksi alam ini lah yang di juluki dan terkenal SERULING LAUT.
Ingin mencoba dan merasakan sensasi, silahkan saja asal bersiap-siap basah
kuyup.

Karena tidak membawa penutup anti air di kamera aku tidak berani sampai
jelajah kesana. Cukup melihat dari bawah. Aku yakin di sinilah musibah
Klayar terjadi. Terbayang betapa ngerinya saat lagi konsen mengabadikan
peristiwa alam tiba-tiba muncul ombak besar, menerpa kamera dan lensa. My
god....No...no...Aku tidak ingin ngalami. Aku ingin pulang dengan "nyawa"
utuh. Maksudnya kamera dan lensa ku aman. Melihat situasinya, tentu saat itu
aku tidak terpikir ingin menabur bunga bagi rekan-rekan fotografer yang
menjadi "korban" (bagian pertama tulisan ini). Makanya tidak terpikir juga
membawa bunga...hahaha....

Melihat spot yang bagus segera mengeluarkan tripod, memasang kamera, konsen
ke obyek yang akan di foto. Si "cak" pun melakukan yang sama. Sebelum fokus
ke obyek kembali teringat petuah Pak Andi (bagian pertama), perhatikan
tanda-tanda alam. Si "cak" pun melakukan yang sama. Ingat...waspada...jangan
memicingkan mata, pasang tuch 2 mata...satu mata di jendela bidik satu mata
lagi di lihat sekitarnya. Memperhatikan pinggir tebing, tidak terlihat tanda
air meninggi, lalu mengambil jarak aman dari batas tepi ombak, bidik
dan...krek...krek....

Sayang aku ngga sempat cari bocoran spot yang dipilih Oom Munir dan Pak Yadi
Yasin (bagian pertama) saat ia hunting disini. Kalau saja sempat dapat
informasi kepingin juga jajal di spot mereka berdua. Sebagai fotografer
pengalaman mata mereka sudah terasah tuk mendapatkan momen yang bagus.

Wah bener juga...gulungan ombak jelang tiba di tepi menjadi obyek artistik
sat menggunakan teknik slow speed. Kegarangan ombak jadinya terlihat halus
dan lembut saat menggunakan speed 2 detik. Berkali-kali ombak muncul
bergantian menghempas batu karang dengan kuat lalu menimbulkan efek seperti
air terjun di dinding batu karang. Di sertai buih-buih putih jika
menggunakan speed lebih lama misalnya 5 detik efek aliran halus akan terekam
jelas. Hhhhhmmm...saat melihat hasil di layar LCD inilah kenikmatan bagi
yang suka moto alam.

Di barat matahari mulai menghilang. Khas menjelang sunset rona dan bias-bias
warna jingga alami mulai kuat terlihat. Hanya sayang posisi matahari hilang
tidak di garis horizon laut. Mungkin kalau dari atas bukit bisa lebih bagus
lagi. Seiring mulai gelap suka ngga suka harus pergi. Wuaaaaahhhh....sambil
menghembus nafas panjang....Meski merasa belum optimal mendapatkan foto yang
ku-inginkan, tetap ada rasa puas.

Gelap mulai mengguyur. Pemilik warung sudah kembali rumahnya. Di sekitar
kami tidak penerangan. Tapi...kami tertarik melihat 2 tenda. Setelah menyapa
empunya tenda rupanya mereka ber-5 mahasiswa dari Yogya yang memang punya
rencana camping di Klayar. Naik motor langsung dari Yogya. Berapa lama tuch
kalau naik motor? Kata mereka sekitar 3.5 jam. Kurang lebih sama ya kalau
naik motor.

Ngga kebayang dengan kegiatan malam-malam gelap disini. Mungkin Oom Munir
dan Pak Yadi waktu memilih bermalam menunggu sunrise, langsung tidur. Atau
bikin api unggun, sambil menyedu indomie hangat. Mungkin juga sebelum
ngantuk membahas pengalaman selama hunting tadi. Bagi si mahasiswa tadi bisa
jadi sambil main gaple, belajar menyiapkan ujian...opppsss....pasti tidak
mungkin kali ya. Yang mungkin sich main gitar, nyanyi sekeras-keras-nya,
mengusir galau kalau memang lagi galau....
admin is offline   Reply With Quote