andi.teguh
6th November 2012, 05:54 PM
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/meriam2rv6.jpg?w=500
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
Berbicara tentang alutsista tua TNI, rasanya tak pas bila meninggalkan sosok meriam yang satu ini. Sosoknya mungkin sudah kerap dilihat banyak orang, pasalnya sedari era orde baru, meriam S-60 kaliber 57mm ini kerap tampil sebagai latar dari barisan prajurit pada perhelatan HUT ABRI/TNI, umumnya meriam ini disandingkan sejajar dengan sista tank AMX-13 MK61. Pemilihan S-60 memang tepat sebagai pemanis untuk latar acara HUT ABRI, tak lain karena panjang laras meriam anti serangan udara ini mencapai 4,39 meter, cukup gagah dan sangar bila laras ditarik keatas menjulang hingga sudut 87 derajat.
Resminya meriam S-60 57mm adalah buatan Uni Soviet (Rusia), mulai diproduksi sejak tahun 1950, dan mulai memperkuat arsenal sista TNI sejak era operasi Trikora di awal tahun 60-an. Dirunut dari klasifikasinya, S-60 masuk dalam meriam PSU (penangkis serangan udara) laras tunggal dengan jarak tembak target rendah dan menengah. Dengan panduan sistem penembakkan terintegrasi, jangkauan meriam ini bisa melesat hingga 6.000 meter.
Di lingkungan TNI, sedari awal S-60 langsung memperkuat etalase alutsista di korps baret cokelat, yakni pada batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang (Arhanudse). Menurut informasi dari Wikipedia, Indonesia termasuk pengguna S-60 yang cukup banyak, dimana populasi meriam ini mencapai 256 pucuk. Lumayan banyaknya populasi S-60, ditambah dengan program upgrade yang masih bisa dilakukan, disinyalir menjadi alasan bagi TNI untuk masih terus menggunakan senjata berusia lanjut ini.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/s-60.jpg?w=500
S-60 dalam HUT ABRI 1977, tampak meriam ditarik oleh truk Reo
Awalnya, meriam S-60 hadir dengan kelengkapan bidik dan siste kendali senjata yang konservatif, alias tanpa AKT (alat kendali tembak). Namun, seiring tuntutan dan perkembangan, mulai tahun 90-an, S-60 TNI AD sudah mulai ditingkatkan kehandalannya dengan dilakukan program retrofit.
Meriam S-60 57mm Retrofit
Bila pada S-60 tanpa AKT, semula segala sesuatunya digerakkan secara manual oleh awak meriam. Pada versi retrofit dilakukan modifikasi sehingga dapat digerakkan secara elektrik yaitu dengan cara Local Control yang menggunakan tenaga listrik dari dua buah baterai yang tersedia dan dengan cara Remote Control yang dikendalikan dari FCS (Firing Control Sistem).
Bila sebelumnya tanpa FCS, pembidikan sasaran menggunakan alat bidik yang ada pada Meriam, dimana posisi alat bidik adalah permanen (tidak bisa dirubah posisi azimut atau elevasinya), sehingga untuk pembidikan sasaran yang bergerak dari arah kanan ke kiri maupun dari kiri ke kanan, kemungkinan proyektil mengenai sasaran relatif kecil, karena tidak adanya sudut tangguh yang dibentuk antara garis lintasan proyektil dengan garis pembidikan. Sedangkan yang diharapkan untuk pembidikan sasaran udara atau pesawat, diperlukan adanya sudut tangguh dan jarak tangguh, dimana pada saat kita membidik sasaran, maka laras akan mengarah di depan lintasan sasaran atau pesawat.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/57mm.jpg?w=500
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/s-60-3_204.jpg?w=500
Dari permasalahan yang terjadi perlu adanya alat bantu pembidikan Meriam 57 mm S-60 Retrofit untuk arah datangnya sasaran dari kanan ke kiri atau dari kiri ke kanan, sehingga alat bidik Meriam tersebut bisa diarahkan sesuai dengan arah datangnya sasaran
Sebagai informasi, FCS (Firing Control Systrem) adalah suatu alat untuk mengendalikan penembakan pada waktu meriam kendali remote. Sedangkan Lokal kontrol adalah meriam dioperasikan oleh operator dengan menggunakan joystick. Dengan pola FCS, beberapa meriam dapat diarahkan selkaligus secara remote untuk secara terpusat menghajar target udara yang ditentukan. Dengan teknologi FCR (Fire Control Radar), satu baterai S-60, terdiri dari 6 pucuk dapat dioperasikan secara serentak dari satu pengendali.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/2012-06-24-10-43-101.jpg?w=500
S-60 TNI AD dalam pameran ABRI 1995
Simulator Meriam S-60
Dengan latar belakang anggaran yang terbatas, harus ada solusi untuk tetap melatih kesigapan awak meriam, agar suatu waktu siap diberdayakan. Menyiasati hal tersebut, Pusat Kesenjataan Arteleri Pertahanan Udara (PUSSENARHANUD) Kodiklat TNI AD menggiatkan inovasi dan kreativitas untuk melengkapi dan memodernisir persenjataannya. Pussenarhanud Kodiklat mampu menciptakan Simulator Meriam 57 MM/S-60.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/rapim-tni.jpg?w=470&h=353
Demo simulator turut disaksikan Presiden SBY
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/rapim-tni1.jpg?w=470&h=353'
Demo simulator dalam Rapim TNI 2008
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/canon2.jpg?w=420&h=315
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/canon.jpg?w=280&h=210
Tampilan simulator dari sisi awak meriam
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
Berbicara tentang alutsista tua TNI, rasanya tak pas bila meninggalkan sosok meriam yang satu ini. Sosoknya mungkin sudah kerap dilihat banyak orang, pasalnya sedari era orde baru, meriam S-60 kaliber 57mm ini kerap tampil sebagai latar dari barisan prajurit pada perhelatan HUT ABRI/TNI, umumnya meriam ini disandingkan sejajar dengan sista tank AMX-13 MK61. Pemilihan S-60 memang tepat sebagai pemanis untuk latar acara HUT ABRI, tak lain karena panjang laras meriam anti serangan udara ini mencapai 4,39 meter, cukup gagah dan sangar bila laras ditarik keatas menjulang hingga sudut 87 derajat.
Resminya meriam S-60 57mm adalah buatan Uni Soviet (Rusia), mulai diproduksi sejak tahun 1950, dan mulai memperkuat arsenal sista TNI sejak era operasi Trikora di awal tahun 60-an. Dirunut dari klasifikasinya, S-60 masuk dalam meriam PSU (penangkis serangan udara) laras tunggal dengan jarak tembak target rendah dan menengah. Dengan panduan sistem penembakkan terintegrasi, jangkauan meriam ini bisa melesat hingga 6.000 meter.
Di lingkungan TNI, sedari awal S-60 langsung memperkuat etalase alutsista di korps baret cokelat, yakni pada batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang (Arhanudse). Menurut informasi dari Wikipedia, Indonesia termasuk pengguna S-60 yang cukup banyak, dimana populasi meriam ini mencapai 256 pucuk. Lumayan banyaknya populasi S-60, ditambah dengan program upgrade yang masih bisa dilakukan, disinyalir menjadi alasan bagi TNI untuk masih terus menggunakan senjata berusia lanjut ini.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/s-60.jpg?w=500
S-60 dalam HUT ABRI 1977, tampak meriam ditarik oleh truk Reo
Awalnya, meriam S-60 hadir dengan kelengkapan bidik dan siste kendali senjata yang konservatif, alias tanpa AKT (alat kendali tembak). Namun, seiring tuntutan dan perkembangan, mulai tahun 90-an, S-60 TNI AD sudah mulai ditingkatkan kehandalannya dengan dilakukan program retrofit.
Meriam S-60 57mm Retrofit
Bila pada S-60 tanpa AKT, semula segala sesuatunya digerakkan secara manual oleh awak meriam. Pada versi retrofit dilakukan modifikasi sehingga dapat digerakkan secara elektrik yaitu dengan cara Local Control yang menggunakan tenaga listrik dari dua buah baterai yang tersedia dan dengan cara Remote Control yang dikendalikan dari FCS (Firing Control Sistem).
Bila sebelumnya tanpa FCS, pembidikan sasaran menggunakan alat bidik yang ada pada Meriam, dimana posisi alat bidik adalah permanen (tidak bisa dirubah posisi azimut atau elevasinya), sehingga untuk pembidikan sasaran yang bergerak dari arah kanan ke kiri maupun dari kiri ke kanan, kemungkinan proyektil mengenai sasaran relatif kecil, karena tidak adanya sudut tangguh yang dibentuk antara garis lintasan proyektil dengan garis pembidikan. Sedangkan yang diharapkan untuk pembidikan sasaran udara atau pesawat, diperlukan adanya sudut tangguh dan jarak tangguh, dimana pada saat kita membidik sasaran, maka laras akan mengarah di depan lintasan sasaran atau pesawat.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/57mm.jpg?w=500
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/s-60-3_204.jpg?w=500
Dari permasalahan yang terjadi perlu adanya alat bantu pembidikan Meriam 57 mm S-60 Retrofit untuk arah datangnya sasaran dari kanan ke kiri atau dari kiri ke kanan, sehingga alat bidik Meriam tersebut bisa diarahkan sesuai dengan arah datangnya sasaran
Sebagai informasi, FCS (Firing Control Systrem) adalah suatu alat untuk mengendalikan penembakan pada waktu meriam kendali remote. Sedangkan Lokal kontrol adalah meriam dioperasikan oleh operator dengan menggunakan joystick. Dengan pola FCS, beberapa meriam dapat diarahkan selkaligus secara remote untuk secara terpusat menghajar target udara yang ditentukan. Dengan teknologi FCR (Fire Control Radar), satu baterai S-60, terdiri dari 6 pucuk dapat dioperasikan secara serentak dari satu pengendali.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/2012-06-24-10-43-101.jpg?w=500
S-60 TNI AD dalam pameran ABRI 1995
Simulator Meriam S-60
Dengan latar belakang anggaran yang terbatas, harus ada solusi untuk tetap melatih kesigapan awak meriam, agar suatu waktu siap diberdayakan. Menyiasati hal tersebut, Pusat Kesenjataan Arteleri Pertahanan Udara (PUSSENARHANUD) Kodiklat TNI AD menggiatkan inovasi dan kreativitas untuk melengkapi dan memodernisir persenjataannya. Pussenarhanud Kodiklat mampu menciptakan Simulator Meriam 57 MM/S-60.
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/rapim-tni.jpg?w=470&h=353
Demo simulator turut disaksikan Presiden SBY
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/rapim-tni1.jpg?w=470&h=353'
Demo simulator dalam Rapim TNI 2008
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/canon2.jpg?w=420&h=315
http://indomiliter.files.wordpress.com/2012/06/canon.jpg?w=280&h=210
Tampilan simulator dari sisi awak meriam