chizchax
14th March 2013, 09:16 PM
http://img692.imageshack.us/img692/4981/plant01xq.jpg (http://imageshack.us/photo/my-images/692/plant01xq.jpg/)
London - Studi atas tengkorak manusia purba Neanderthal menunjukkan bahwa mereka punah karena memiliki mata yang cukup besar dibandingkan spesies manusia modern seperti kita. Akibatnya, sebagian besar otak mereka diperuntukkan untuk melihat benda-benda pada malam yang panjang di Eropa dengan pengorbanan proses yang cukup tinggi.
Kemampuan ini memungkinkan spesies kita, Homo Sapiens untuk mengembangkan pakaian hangat dan membangun jaringan sosial yang lebih besar untuk bertahan hidup pada zaman es di Eropa. Studi ini telah dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Society B Journal.
Neanderthal adalah spesies yang paling dekat alur generasinya dengan manusia modern yang hidup di Eropa sekitar 250 ribu tahun yang lalu. Mereka hidup berdampingan dan berinteraksi singkat dengan spesies kita sampai kepunahannya pada 28 ribu tahun lalu karena era es.
Tim peneliti mengeksplorasi ide bahwa nenek moyang manusia Neanderthal meninggalkan Afrika dan harus beradaptasi dengan malam panjang yang gelap di Eropa. Hasilnya, mata manusia Neanderthal berevolusi menjadi lebih besar dan area visualnyapun juga lebih besar di bagian belakang otak mereka.
Sebagian manusia purba yang tetap tinggal di Afrika, terus dapat menikmati hari-hari cerah dan indah sehingga tidak punya kebutuhan untuk adaptasi tertentu. Sebaliknya, lobus frontal mereka berevolusi yang berkaitan dengan pemikiran tingkat yang lebih tinggi sebelum mereka menyebar ke seluruh dunia.
Eiluned Pearce dari Universitas Oxford membandingkan 23 tengkorak Homo Sapiens dan 13 tengkorak Neanderthal. Dalam temuannya menunjukkan bahwa tengkorak Neanderthal memiliki rongga mata yang lebih besar secara signfikan dengan rata-rata panjang dari atas ke bawah sebesar 6 mm. "Sejak Neanderthal berevolusi di wilayah lintang tinggi, sebagian besar otak mereka digunakan untuk penglihatan dan kontrol tubuh. Ini membuat otak kurang menangani fungsi lain seperti jejaring sosial," katanya.
Begitu juga dengan pandangan Profesor Chris Stringer yang juga terlibat dalam penelitian ini. Menurutnya, Neanderthal memiliki bagian kognitif yang lebih kecil di otak dan ini akan membatasi mereka, termasuk kemampuan mereka membentuk kelompok yang lebih besar. "Jika Anda tinggal di kelompok yang lebih besar, Anda akan membutuhkan otak yang lebih besar uga untuk memproses semua hubungan ekstra ini," katanya.
Struktur otak Neanderthal sangat fokus untuk proses visual. Inilah yang menyebabkan kemampuan berinovasi dan beradaptasi terhadap zaman es berkurang dan justru berkontribusi terhadap kematian mereka.
Studi pada primata menunjukkan bahwa ukuran mata akan sebanding dengan jumlah ruang otak yang ditujukan sebagai proses visual. Sehingga para peneliti berasumsi bahwa prinsip pada primata ini bisa diterapkan pada manusia Neanderthal.
Sumber. (http://www.tempo.co/read/news/2013/03/14/095466925/Bola-Mata-Bikin-Manusia-Purba-Neanderthal-Punah)
London - Studi atas tengkorak manusia purba Neanderthal menunjukkan bahwa mereka punah karena memiliki mata yang cukup besar dibandingkan spesies manusia modern seperti kita. Akibatnya, sebagian besar otak mereka diperuntukkan untuk melihat benda-benda pada malam yang panjang di Eropa dengan pengorbanan proses yang cukup tinggi.
Kemampuan ini memungkinkan spesies kita, Homo Sapiens untuk mengembangkan pakaian hangat dan membangun jaringan sosial yang lebih besar untuk bertahan hidup pada zaman es di Eropa. Studi ini telah dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Society B Journal.
Neanderthal adalah spesies yang paling dekat alur generasinya dengan manusia modern yang hidup di Eropa sekitar 250 ribu tahun yang lalu. Mereka hidup berdampingan dan berinteraksi singkat dengan spesies kita sampai kepunahannya pada 28 ribu tahun lalu karena era es.
Tim peneliti mengeksplorasi ide bahwa nenek moyang manusia Neanderthal meninggalkan Afrika dan harus beradaptasi dengan malam panjang yang gelap di Eropa. Hasilnya, mata manusia Neanderthal berevolusi menjadi lebih besar dan area visualnyapun juga lebih besar di bagian belakang otak mereka.
Sebagian manusia purba yang tetap tinggal di Afrika, terus dapat menikmati hari-hari cerah dan indah sehingga tidak punya kebutuhan untuk adaptasi tertentu. Sebaliknya, lobus frontal mereka berevolusi yang berkaitan dengan pemikiran tingkat yang lebih tinggi sebelum mereka menyebar ke seluruh dunia.
Eiluned Pearce dari Universitas Oxford membandingkan 23 tengkorak Homo Sapiens dan 13 tengkorak Neanderthal. Dalam temuannya menunjukkan bahwa tengkorak Neanderthal memiliki rongga mata yang lebih besar secara signfikan dengan rata-rata panjang dari atas ke bawah sebesar 6 mm. "Sejak Neanderthal berevolusi di wilayah lintang tinggi, sebagian besar otak mereka digunakan untuk penglihatan dan kontrol tubuh. Ini membuat otak kurang menangani fungsi lain seperti jejaring sosial," katanya.
Begitu juga dengan pandangan Profesor Chris Stringer yang juga terlibat dalam penelitian ini. Menurutnya, Neanderthal memiliki bagian kognitif yang lebih kecil di otak dan ini akan membatasi mereka, termasuk kemampuan mereka membentuk kelompok yang lebih besar. "Jika Anda tinggal di kelompok yang lebih besar, Anda akan membutuhkan otak yang lebih besar uga untuk memproses semua hubungan ekstra ini," katanya.
Struktur otak Neanderthal sangat fokus untuk proses visual. Inilah yang menyebabkan kemampuan berinovasi dan beradaptasi terhadap zaman es berkurang dan justru berkontribusi terhadap kematian mereka.
Studi pada primata menunjukkan bahwa ukuran mata akan sebanding dengan jumlah ruang otak yang ditujukan sebagai proses visual. Sehingga para peneliti berasumsi bahwa prinsip pada primata ini bisa diterapkan pada manusia Neanderthal.
Sumber. (http://www.tempo.co/read/news/2013/03/14/095466925/Bola-Mata-Bikin-Manusia-Purba-Neanderthal-Punah)