sucyresky
3rd August 2015, 07:38 AM
https://img.okezone.com//content/2015/08/02/320/1189270/importir-harus-rogoh-puluhan-juta-demi-keluarkan-barang-1IUxySLaqn.jpg
JAKARTA - Para pengguna jasa angkutan laut yang tergabung dalam Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) menilai perizinan impor sudah menjadi bahan komoditi atau 'ladang uang' bagi Kementerian-Lembaga terkait dalam proses bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan.
Ketua Umum Depalindo, Toto Dirgantoro, mengatakan bahwa para importir yang sudah mempunyai dokumen izin impor lengkap, tetap harus menguras kantong untuk mengurus izin lainnya.
"Ketika izin kami sudah lengkap, tapi kadang tidak ada Service Level Agreement (SLA). Misalnya untuk mengurus Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) berapa hari, Importir Terdaftar (IT) berapa hari, padahal kan importir butuh cepat," ungkap dia kepada Okezone, Jakarta, Minggu (2/8/2015).
Toto menambahkan, dengan tidak adanya ketentuan yang jelas dalam SLA, para importir menggunakan tenaga jasa atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang disewa importir untuk mengurus perizinannya.
"Contoh produk Pioneer, sudah biasa ngurus izin impor, barang masuk, namun ternyata barangnya tertahan di Bea Cukai. Nah Pioneer ini ngurus izin di Kementerian Perdagangan, tapi barang ini keluarnya berbulan-bulan," jelas dia.
"Eh pas gunakan jasa ini, saya bilangnya calo sih ternyata izinnya langsung keluar. Tapi harus bayar dulu. Bisa puluhan juta Rupiah. Jadi ini komoditi di perdagangan, kami sudah sampaikan keluhan kami, malah kami juga sudah sampaikan ke pak Partogi itu," tukas dia.
Seperti yang diketahui, Polda Metro Jaya sudah menetapkan tersangka baru yakni Direktur Jenderal nonaktif Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, sebagai tersangka dalam kasus suap atau gratifikasi terkait dwelling time.
SUMBER : okezone.com (http://economy.okezone.com/read/2015/08/02/320/1189270/importir-harus-rogoh-puluhan-juta-demi-keluarkan-barang)
JAKARTA - Para pengguna jasa angkutan laut yang tergabung dalam Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) menilai perizinan impor sudah menjadi bahan komoditi atau 'ladang uang' bagi Kementerian-Lembaga terkait dalam proses bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan.
Ketua Umum Depalindo, Toto Dirgantoro, mengatakan bahwa para importir yang sudah mempunyai dokumen izin impor lengkap, tetap harus menguras kantong untuk mengurus izin lainnya.
"Ketika izin kami sudah lengkap, tapi kadang tidak ada Service Level Agreement (SLA). Misalnya untuk mengurus Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) berapa hari, Importir Terdaftar (IT) berapa hari, padahal kan importir butuh cepat," ungkap dia kepada Okezone, Jakarta, Minggu (2/8/2015).
Toto menambahkan, dengan tidak adanya ketentuan yang jelas dalam SLA, para importir menggunakan tenaga jasa atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang disewa importir untuk mengurus perizinannya.
"Contoh produk Pioneer, sudah biasa ngurus izin impor, barang masuk, namun ternyata barangnya tertahan di Bea Cukai. Nah Pioneer ini ngurus izin di Kementerian Perdagangan, tapi barang ini keluarnya berbulan-bulan," jelas dia.
"Eh pas gunakan jasa ini, saya bilangnya calo sih ternyata izinnya langsung keluar. Tapi harus bayar dulu. Bisa puluhan juta Rupiah. Jadi ini komoditi di perdagangan, kami sudah sampaikan keluhan kami, malah kami juga sudah sampaikan ke pak Partogi itu," tukas dia.
Seperti yang diketahui, Polda Metro Jaya sudah menetapkan tersangka baru yakni Direktur Jenderal nonaktif Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, sebagai tersangka dalam kasus suap atau gratifikasi terkait dwelling time.
SUMBER : okezone.com (http://economy.okezone.com/read/2015/08/02/320/1189270/importir-harus-rogoh-puluhan-juta-demi-keluarkan-barang)