je_tek
12th September 2017, 07:55 AM
https://gimg.kumpar.com/kumpar/image/upload/c_fill,g_face,f_jpg,q_auto,fl_lossy,w_800/xzgntdza6nxmrmapyxo9.jpg
Ilustrasi pergerakan rupiah. (Foto: Thnkstock)
Komisi XI DPR mengkritisi proyeksi Bank Indonesia terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun depan yang melemah menjadi Rp 13.400 hingga Rp 13.700 per dolar AS. Adapun usulan pemerintah memprediksi nilai tukar rupiah pada 2018 mencapai Rp 13.500 per dolar AS.
Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng, mempertanyakan soal proyeksi tersebut. Sebab, angka itu dinilai bertentangan dengan target petumbuhan ekonomi pada 2018 yang justru meningkat menjadi 5,4 persen.
"Ekonomi AS berapa besar sih ke komposisi terhadap kurs kita dan berapa besar ke performance Indonesia? Kalau rating kita bagus, masa kita menaikkan ekonomi tidak membawa dampak ke kurs?" ujar Mekeng di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (11/9).
Menjawab pertanyaan tersebut, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan pengaruh faktor eksternal, seperti kondisi perekonomian AS, Eropa, dan negara Asia lainnya, terhadap nilai tukar rupiah sangat besar, bisa di atas 50%.
"Faktor eksternal yang sulit, (kurs) bisa di atas 50% mempengaruhi aliran di Indonesia. Ini negeri yang perlu aliran modal, baik berupa ke surat utang negara, ke pasar modal atau pinjaman korporasi, terus meningkatnya suku bunga AS dan suku bunga Eropa," jelas Mirza.
Menurut Mirza, pada 2018 dan 2019, Indonesia menghadapi situasi di mana suku bunga AS meningkat dan suku bunga Eropa akan mulai merangkak dari teritori negatif masuk ke teritori positif.
"Jadi memang kami bisa memahami apabila kurs mau dibuat lebih kuat dari Rp 13.500 ke Rp 13.400. Saya rasa Rp 13.400 masih bisa masuk range, tapi lebih kuat dari itu rasanya kurang baik," imbuhnya.
Sebelumnya, Mirza juga mengatakan, yang paling penting saat ini adalah nilai rupiah tetap stabil, tidak terlalu melemah ataupun menguat. Sebab, rupiah yang terlalu kuat dapat membuat ekspor tertekan. Sementara rupiah yang terlalu lemah akan menyulitkan importir.
"Bagi BI yang penting rupiah stabil. Rupiah terlalu kuat juga enggak baik buat neraca dagang. Rupiah yang bagus bagaimana? Yang mencerminkan ekuilibrium ekonomi, fundamental ekonomi, support neraca dagang surplus, juga inflasi rendah. Bukan berarti rupiah menguat terus bagus buat ekonomi," kata Mirza.
https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/komisi-xi-dpr-pertanyakan-proyeksi-nilai-tukar-rupiah-versi-bi
Ilustrasi pergerakan rupiah. (Foto: Thnkstock)
Komisi XI DPR mengkritisi proyeksi Bank Indonesia terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun depan yang melemah menjadi Rp 13.400 hingga Rp 13.700 per dolar AS. Adapun usulan pemerintah memprediksi nilai tukar rupiah pada 2018 mencapai Rp 13.500 per dolar AS.
Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng, mempertanyakan soal proyeksi tersebut. Sebab, angka itu dinilai bertentangan dengan target petumbuhan ekonomi pada 2018 yang justru meningkat menjadi 5,4 persen.
"Ekonomi AS berapa besar sih ke komposisi terhadap kurs kita dan berapa besar ke performance Indonesia? Kalau rating kita bagus, masa kita menaikkan ekonomi tidak membawa dampak ke kurs?" ujar Mekeng di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (11/9).
Menjawab pertanyaan tersebut, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan pengaruh faktor eksternal, seperti kondisi perekonomian AS, Eropa, dan negara Asia lainnya, terhadap nilai tukar rupiah sangat besar, bisa di atas 50%.
"Faktor eksternal yang sulit, (kurs) bisa di atas 50% mempengaruhi aliran di Indonesia. Ini negeri yang perlu aliran modal, baik berupa ke surat utang negara, ke pasar modal atau pinjaman korporasi, terus meningkatnya suku bunga AS dan suku bunga Eropa," jelas Mirza.
Menurut Mirza, pada 2018 dan 2019, Indonesia menghadapi situasi di mana suku bunga AS meningkat dan suku bunga Eropa akan mulai merangkak dari teritori negatif masuk ke teritori positif.
"Jadi memang kami bisa memahami apabila kurs mau dibuat lebih kuat dari Rp 13.500 ke Rp 13.400. Saya rasa Rp 13.400 masih bisa masuk range, tapi lebih kuat dari itu rasanya kurang baik," imbuhnya.
Sebelumnya, Mirza juga mengatakan, yang paling penting saat ini adalah nilai rupiah tetap stabil, tidak terlalu melemah ataupun menguat. Sebab, rupiah yang terlalu kuat dapat membuat ekspor tertekan. Sementara rupiah yang terlalu lemah akan menyulitkan importir.
"Bagi BI yang penting rupiah stabil. Rupiah terlalu kuat juga enggak baik buat neraca dagang. Rupiah yang bagus bagaimana? Yang mencerminkan ekuilibrium ekonomi, fundamental ekonomi, support neraca dagang surplus, juga inflasi rendah. Bukan berarti rupiah menguat terus bagus buat ekonomi," kata Mirza.
https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/komisi-xi-dpr-pertanyakan-proyeksi-nilai-tukar-rupiah-versi-bi