merahputih.com
11th August 2021, 09:43 PM
https://scontent.fcgk29-1.fna.fbcdn.net/v/t1.6435-9/222390203_2960075884244106_4074392233814503801_n.j pg?_nc_cat=102&ccb=1-4&_nc_sid=973b4a&_nc_ohc=3IDQOBXLIwEAX8acAsG&_nc_ht=scontent.fcgk29-1.fna&oh=fed267e2f5ac2e44c87e64f9173f56aa&oe=6137E573
Merahputih.com (https://merahputih.com/?utm_source=forumku&utm_medium=backlink&utm_campaign=backlink_merahputih) - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Jakarta batal. Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunda pemberlakukan PTM pada 15.226 sekolah. Bahkan, penundaan terjadi sebelum masa uji coba rampung menyusul lonjakan kasus harian COVID-19.
Orangtua kembali menjadi guru dua puluh empat jam penuh di rumah. Mereka harus siap dengan segala tugas. Lagi dan lagi. Mesti lekas bersahabat dengan perangkat teknologi pendukung pembelajaran virtual. Berjibaku membagi tugas kantor, berbenah, memasak, dan menemani anak belajar di rumah.
Termasuk tak bisa mengelak saat beroleh pertanyaan super nyeleneh dari buah hati, seperti bagaimana batu berkembang biak? Mengapa batu keras? Apa perbedaan batu perempuan dan laki-laki?
Pertanyaan anak-anak seolah tak ada batasan, bebas, merdeka. Sementara orang dewasa pontang-panting mendefinisikan kebebasan dunia anak melalui alam pikirnya. Ternyata pandemi menuntun anak-anak dan orang dewasa sama-sama belajar.
Orang dewasa pasti sudah tamat sekolah, punya ijazah, tapi enggak akan pernah selesai belajar tentang segala hal, termasuk memahami dunia anak-anak. Semudah tak perlu menuntut hasil sempurna dari proses belajar anak.
Jika hasilnya kurang, meleset, dan salah pun memang perlu ada evaluasi tetapi jadikan hal tersebut bagian dari proses belajar bukan ketetapan mutlak di setiap hasil. Kondisinya memang lagi enggak normal sebab pandemi memaksa setiap orang tetap bekerja, beribadah, dan belajar di rumah.
Terpenting pada proses belajar, peran orang dewasa harus bisa jadi contoh. Ingat petuah Ki Hajar Dewantara, "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (paling unggul di depan harus jadi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi sokongan)".
Semisal, meminta anak diet gadget tetapi orang tuanya justru sibuk main bareng (mabar) Mobile Legend. Menyuruh anak tetap di rumah karena kasus COVID-19 meroket tetapi diam-diam mengatur rencana Work From Bali atau malah berwisata ke Raja Ampat. Mengajarkan nilai-nilai kejujuran tetapi begitu berbuat jujur justru beroleh sanksi. Berbuih-buih berceloteh tentang kebebasan berpendapat, eh pas anak kritik malah disuruh tutup mulut.
Teladan selalu jadi hal sangat penting. Setelah bertanya, langkah berikutnya paling mendasar pada proses belajar, antara lain meniru, meneladani, atau mimesis. Jangankan anak kecil, musisi di awal bermusik saja usaha banget agar mirip dengan panutannya secara musikal, dandanan, dan aksi panggung. Terbayang kan bila ada pemimpin tapi enggak ada teladan.
https://merahputih.com/media/af/c1/59/afc159d0db16b2807c91a14fb96925ee.jpeg
Problem lain pembelajaran di masa pandemi bagi pelajar mulai dari sekolah dasar sampai pendidikan tinggi, kehilangan memori indah di lingkungan sekolah atau kampus. Mereka enggak akan related dengan lirik lagu Kisah-Kasih di Sekolah (Obie Messakh), Secret Admirer (Mocca), Ingatlah Hari Ini (Project Pop), bahkan Kemesraan (Iwan Fals) paling sering dilagukan saat perpisahan sekolah.
Meski begitu, pagar rumah tak menjadi sekat anak-anak mengakses pengetahuan asalkan sambungan internet lancar. Mereka bisa dapat sumber ilmu melimpah, bukan sebatas agar bisa link and match dengan dunia industri sesuai anjuran pada latar belakang Buku Panduan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka keluaran Kemendikbud RI. Merdeka belajar bukankah semestinya menjamin anak didik beroleh kebebasan menentukan pilihan, bebas berpendapat, dan beroleh akses termasuk internet merata hingga pelosok negeri.
Pandemi bahkan membuka mata banyak pihak tentang eksistensi institusi formal, sebab toh belajar bisa di mana saja dan enggak terikat tempat, kala, dan iuran rutin. Apakah dunia pendidikan Negeri Aing akan berevolusi di masa pandemi?
Merahputih.com mengetengahkan tema Ngilmu di Negeri Aing menyambut tahun ajaran baru di bulan Juli sekaligus mengajak masyarakat terutama anak-anak masih sekolah dari rumah mengetahui pernak-pernik cerita khas dan unik di sekolah, seperti kisah asmara, hubungan siswa dengan orang kantin dan 'babe' satpam, dan betapa asyiknya merancang pentas seni, buku tahunan, sampai prom night.
Di samping itu, Merahputih.com lewat artikel-artikel berkutat tentang pendidikan, ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan belajar-mengajar di masa pandemi, berharap bisa menstimulasi para pakar, penggiat, pelaku, orang tua, anak didik, serta pemangku kepentingan di dunia pendidikan sudi melakukan pembahasan mendalam terkait belajar-mengajar di masa pandemi sehingga wacana enggak melulu soal Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Bila semua pihak fokus terhadap pandemi, berniat sektor ekonomi dan pariwisata segera, sudah saatnya berpihak pada pendidikan. Mengapa? Banyak negara-negara maju di Eropa mengandalkan pijakan ilmu pengetahuan (science) dalam pengambilan kebijakan nasional pada masa pandemi sehingga bisa terkendali.
Ilmu pengetahuan harus jadi panduan. Indonesia bisa berkaca pada petuah Mangkunegara IV di dalam Serat Wedhatama. "Ngelmu iku kalakone kanthi laku". Dalam artian, ilmu harus dipahami dengan sempurna dalam 'laku' praktik atau pengaplikasian keseharian sesuai kebaikan kodrat dan adikodrati. Semestinya, di saat kasus COVID-19 semakin meninggi, segala pengambilan kebijakan harus berbasis ilmu pengetahuan.
Tentu, pemerintah sudah merespon lonjakan kasus COVID-19 dengan sangat baik, seperti mengganti istilah dari Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB), menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala (PPKM) Mikro, dan kini berganti Penebalan PPKM Mikro. Apalagi Presiden Joko Widodo juga sudah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memimpin pemberlakuan PPKM Mikro Darurat. Dijamin hasilnya bakal jempolan.
Sumber (https://merahputih.com/post/read/ngelmu-negeri-aing/?utm_source=forumku&utm_medium=backlink&utm_campaign=backlink_merahputih)
Merahputih.com (https://merahputih.com/?utm_source=forumku&utm_medium=backlink&utm_campaign=backlink_merahputih) - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Jakarta batal. Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunda pemberlakukan PTM pada 15.226 sekolah. Bahkan, penundaan terjadi sebelum masa uji coba rampung menyusul lonjakan kasus harian COVID-19.
Orangtua kembali menjadi guru dua puluh empat jam penuh di rumah. Mereka harus siap dengan segala tugas. Lagi dan lagi. Mesti lekas bersahabat dengan perangkat teknologi pendukung pembelajaran virtual. Berjibaku membagi tugas kantor, berbenah, memasak, dan menemani anak belajar di rumah.
Termasuk tak bisa mengelak saat beroleh pertanyaan super nyeleneh dari buah hati, seperti bagaimana batu berkembang biak? Mengapa batu keras? Apa perbedaan batu perempuan dan laki-laki?
Pertanyaan anak-anak seolah tak ada batasan, bebas, merdeka. Sementara orang dewasa pontang-panting mendefinisikan kebebasan dunia anak melalui alam pikirnya. Ternyata pandemi menuntun anak-anak dan orang dewasa sama-sama belajar.
Orang dewasa pasti sudah tamat sekolah, punya ijazah, tapi enggak akan pernah selesai belajar tentang segala hal, termasuk memahami dunia anak-anak. Semudah tak perlu menuntut hasil sempurna dari proses belajar anak.
Jika hasilnya kurang, meleset, dan salah pun memang perlu ada evaluasi tetapi jadikan hal tersebut bagian dari proses belajar bukan ketetapan mutlak di setiap hasil. Kondisinya memang lagi enggak normal sebab pandemi memaksa setiap orang tetap bekerja, beribadah, dan belajar di rumah.
Terpenting pada proses belajar, peran orang dewasa harus bisa jadi contoh. Ingat petuah Ki Hajar Dewantara, "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (paling unggul di depan harus jadi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi sokongan)".
Semisal, meminta anak diet gadget tetapi orang tuanya justru sibuk main bareng (mabar) Mobile Legend. Menyuruh anak tetap di rumah karena kasus COVID-19 meroket tetapi diam-diam mengatur rencana Work From Bali atau malah berwisata ke Raja Ampat. Mengajarkan nilai-nilai kejujuran tetapi begitu berbuat jujur justru beroleh sanksi. Berbuih-buih berceloteh tentang kebebasan berpendapat, eh pas anak kritik malah disuruh tutup mulut.
Teladan selalu jadi hal sangat penting. Setelah bertanya, langkah berikutnya paling mendasar pada proses belajar, antara lain meniru, meneladani, atau mimesis. Jangankan anak kecil, musisi di awal bermusik saja usaha banget agar mirip dengan panutannya secara musikal, dandanan, dan aksi panggung. Terbayang kan bila ada pemimpin tapi enggak ada teladan.
https://merahputih.com/media/af/c1/59/afc159d0db16b2807c91a14fb96925ee.jpeg
Problem lain pembelajaran di masa pandemi bagi pelajar mulai dari sekolah dasar sampai pendidikan tinggi, kehilangan memori indah di lingkungan sekolah atau kampus. Mereka enggak akan related dengan lirik lagu Kisah-Kasih di Sekolah (Obie Messakh), Secret Admirer (Mocca), Ingatlah Hari Ini (Project Pop), bahkan Kemesraan (Iwan Fals) paling sering dilagukan saat perpisahan sekolah.
Meski begitu, pagar rumah tak menjadi sekat anak-anak mengakses pengetahuan asalkan sambungan internet lancar. Mereka bisa dapat sumber ilmu melimpah, bukan sebatas agar bisa link and match dengan dunia industri sesuai anjuran pada latar belakang Buku Panduan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka keluaran Kemendikbud RI. Merdeka belajar bukankah semestinya menjamin anak didik beroleh kebebasan menentukan pilihan, bebas berpendapat, dan beroleh akses termasuk internet merata hingga pelosok negeri.
Pandemi bahkan membuka mata banyak pihak tentang eksistensi institusi formal, sebab toh belajar bisa di mana saja dan enggak terikat tempat, kala, dan iuran rutin. Apakah dunia pendidikan Negeri Aing akan berevolusi di masa pandemi?
Merahputih.com mengetengahkan tema Ngilmu di Negeri Aing menyambut tahun ajaran baru di bulan Juli sekaligus mengajak masyarakat terutama anak-anak masih sekolah dari rumah mengetahui pernak-pernik cerita khas dan unik di sekolah, seperti kisah asmara, hubungan siswa dengan orang kantin dan 'babe' satpam, dan betapa asyiknya merancang pentas seni, buku tahunan, sampai prom night.
Di samping itu, Merahputih.com lewat artikel-artikel berkutat tentang pendidikan, ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan belajar-mengajar di masa pandemi, berharap bisa menstimulasi para pakar, penggiat, pelaku, orang tua, anak didik, serta pemangku kepentingan di dunia pendidikan sudi melakukan pembahasan mendalam terkait belajar-mengajar di masa pandemi sehingga wacana enggak melulu soal Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Bila semua pihak fokus terhadap pandemi, berniat sektor ekonomi dan pariwisata segera, sudah saatnya berpihak pada pendidikan. Mengapa? Banyak negara-negara maju di Eropa mengandalkan pijakan ilmu pengetahuan (science) dalam pengambilan kebijakan nasional pada masa pandemi sehingga bisa terkendali.
Ilmu pengetahuan harus jadi panduan. Indonesia bisa berkaca pada petuah Mangkunegara IV di dalam Serat Wedhatama. "Ngelmu iku kalakone kanthi laku". Dalam artian, ilmu harus dipahami dengan sempurna dalam 'laku' praktik atau pengaplikasian keseharian sesuai kebaikan kodrat dan adikodrati. Semestinya, di saat kasus COVID-19 semakin meninggi, segala pengambilan kebijakan harus berbasis ilmu pengetahuan.
Tentu, pemerintah sudah merespon lonjakan kasus COVID-19 dengan sangat baik, seperti mengganti istilah dari Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB), menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala (PPKM) Mikro, dan kini berganti Penebalan PPKM Mikro. Apalagi Presiden Joko Widodo juga sudah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memimpin pemberlakuan PPKM Mikro Darurat. Dijamin hasilnya bakal jempolan.
Sumber (https://merahputih.com/post/read/ngelmu-negeri-aing/?utm_source=forumku&utm_medium=backlink&utm_campaign=backlink_merahputih)