20th February 2015, 09:33 AM
|
#1
|
Wakil Camat
Join Date: 31 Oct 2014
Userid: 2758
Location: SmovieX.com | Tempat nonton dan download Film | Sering-sering berkunjung yah!
Posts: 3,641
Likes: 41
Liked 5 Times in 5 Posts
|
Perang Mata Uang Belum Usai!
Quote:
JAKARTA - Dalam perang ekonomi, peran nilai tukar menjadi sangat penting. Perang mata uang (currency war) ini diawali oleh ketidakseimbangan neraca perdagangan, di mana ada negara yang mencatat surplus mengesankan tetapi di pihak lain ada yang sedang mengalami defisit menyedihkan. Dua kutub yang sekarang menhadi simbol perang valuta tak lain adalah Amerika Serikat (AS) dan China.
Seperti terlihat pada data, nilai ekspor impor sempat menyentuh rekor tertinggi sejak tahun 1970-an di angka USD44,9 miliar. Sebagian besar kenaikan laju impor yang mencapai USD5 miliar berasal dari pembelian ponsel pintar, seperti Apple Iphone, yang semuanya dirakit di China.
Senior Researcher dan Analyst Monex Albertus Christian K mengatakan, produk asal China menyebar ke berbagai negara termasuk AS, mulai dari produk yang remeh-temeh seperti kancing baju hingga barang elektronik dan mobil. Tak pelak fakta ini telah menggerus pangsa pasar negara-negara kompetitor, yang telah lebih dulu memimpin di pasar global.
"Salah satu kunci kesuksesan China bersaing di pasar global adalah dengan menerapkan strategi low price selling," ujar Albertus dalam risetnya, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Menurutnya, kemampuan China memasok barang dengan harga relatif murah dituduh oleh AS sebagai efek dari kebijakan nilai tukar mengembang terbatas untuk mata uang Yuan terhadap dolar AS dan unsur proteksi pemerintah.
"Kesuksesan di sektor perdagangan global membuat surplus trade balance serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa sampai dua digit," paparnya.
Untuk mempertahankan kekuatannya, AS menerapkan beberapa kebijakan yang dipandang kontroversial, yaitu merilis pelonggaran kuantitatif dengan mecetak uang untuk membeli obligasi pemerintah.
Alih-alih meredakan panasnya currency war, kebijakan itu justru berpotensi memperlebar jarak antara kedua Negara. Pelonggaran kuantitatif dan percetakan uang membuat AS kebanjiran likuiditas yang berujung pada melemahnya USD.
Menyimak hasil minutes Federal Open Market Committee (FOMC) yang dirilis bulan lalu, kenaikkan belum akan terjadi sebelum bulan April tahun ini. Anggota dewan mengklaim FOMC masih bersikap sabar sebelum memulai proses normalisasi suku bunga, setidaknya untuk beberapa rapat FOMC.
Ke depan beralih ke Eropa, sejak jatuh ke dalan krisis pada akhir 2009 akibat problema utang Yunani, ekonomi negar-negara zona Eropa terpuruk dan hilang kepercayaan dari investor. Hanya beberapa negara saja yang terhindar dari keterpurukan tersebut, antara lain Jerman, Swiss dan Prancis. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti paket bantuan likuiditas, paket bailout dan penjualan obligasi.
Belum ada hasil signifikan walau tampak sedikit harapan dan ketidakpercayaan investor mulai berkurang. Namun melalui pernyatan Mario Draghi, zona Euro berupaya melemahkan nilai tukar Euro dengan terus mencetak via pelonggaran kuantitatif, setidaknya sampai tren inflasi naik mendekati target bank sentral Eropa (ECB) di 2 persen.
"Di era currency war kali ini pemenangnya adalah Mario Draghi sedangkan pihak yang paling dirugikan tentunya orang Swiss, terutama ekspotir dan pemegang Euro," sebutnya.
Meskipun stimulus Quantitative Easing (QE) Fed telah berakhir, BoJ dan ECB akan tetap menjaga kenaikan likuiditas global pada laju tercepatnya di 2015, naik signifikan dibanding periode 2014. Mata uang Yuan juga turut terimbas. Nilai tukar yuan terhadap ruro tembus ke atas level 7,0000 untuk kali pertama sejak tahun 2001, sementara dolar AS atas yuan berbalik lagi ke level nilai patok awal.
“Harapan pemulihan ekonomi yang solid dan spektakuler di Amerika Serikat melanda pelaku pasar. Hal ini memunculkan spekulasi kenaikan suku bunga acuan Fed lebih awal dari kuartal III-2015. Sebagaimana tercermin dari keperkasaan perdagangan dunia karena kebangkitan ekonomi AS dipandang sebagai kekuatan nilai tukar baru yang mengancam kekuatan ekonomi status quo menuju currency war,” tukasnya.
|
SUMBER : Okezone.com
|
|
|
|