forumku

forumku (https://www.forumku.com/)
-   Business and Economy! (https://www.forumku.com/business-and-economy-/)
-   -   Taipan Kesayangan Pak Soeharto (https://www.forumku.com/business-and-economy-/34947-taipan-kesayangan-pak-soeharto.html)

sucyresky 14th March 2015 11:06 AM

Taipan Kesayangan Pak Soeharto
 
Quote:

JAKARTA - Sebagai kepala biro The Wall Street Journal di Jakarta selama lebih lebih dari sepuluh tahun, Rick Borsuk secara luas dipandang sebagai koresponden asing penting di Indonesia. Buku yang turut ditulis oleh istrinya, Nancy Chng, mengingatkan kita mengenai capaian itu.

Karya itu berisi kisah tentang Liem Sioe Liong, dikenal pula dengan nama Sudono Salim, yang pada 1938 merantau dari kampung halamannya di Cina bagian selatan ke Jawa tanpa uang sepeser pun. Dalam waktu kurang dari lima dasawarsa, kelompok usaha Salim Group menjadi konglomerasi bisnis terbesar di Asia Tenggara serta menghasilkan pelbagai barang dan jasa. Jaringan bisnisnya mencakup pabrik pembuatan tepung dan mi terbesar dunia, selain perbankan, petrokimia, agrobisnis, real estate, pengapalan, dan lain-lain.

Kedua pengarang menggambarkan Liem sebagai pria yang memiliki naluri bisnis tajam, kehendak untuk menempuh risiko, dan kemampuan meramalkan tren usaha serta memilih rekan. Ia tak henti bekerja keras dan terhubung dengan banyak pemain usaha etnis Cina di Asia Tenggara. Ia pun dikenal sebagai cukong utama Presiden Suharto. Dengan hati-hati, para penulis buku menghindari stereotip. Mereka menekankan jelasnya kecocokan antara Liem dan Suharto, termasuk kepercayaan dan kepedulian yang terbangun selama berpuluh-puluh tahun. Kedua penulis juga menunjukkan bagaimana Salim Group berhasil selamat dari krisis ekonomi dan politik serius pada 1997-1999 dan, setelah Liem meninggal pada 2012, bagaimana generasi kedua kini meneruskan kemakmuran yang diwariskan ayahnya dalam iklim politik yang sama sekali berbeda dari zaman Suharto.

Bab-bab awal buku menelusuri kebangkitan Liem dari dekade akhir 1930-an hingga pertengahan 1960-an. Kisah ini cukup dikenal luas, namun para penulis buku berhasil mendapatkan materi yang lebih orisinal. Kala itu, hubungan pokok Liem terpusat pada Suharto, yang kala itu seorang figur penting tentara pada periode revolusi fisik 1940-an. Liem bersimpati dengan gerakan merebut kemerdekaan, dan ia menjadi pemasok tepercaya urusan kebutuhan harian Suharto dan pasukannya.

Ketika Suharto naik ke tahta kepresidenan, Liem adalah satu dari sedikit pengusaha yang ia kenal dan percaya. Kekompakan keduanya tidak terpatahkan, hal yang membuat mereka menguasai lanskap usaha Indonesia dalam tiga dasawarsa. Liem mendapatkan prioritas usaha dan izin impor serta akses khusus ke lembaga keuangan milik negara. Sebagai ganti, Suharto meminta dua hal: pembangunan basis industri modern, dan percikan laba, yang kemudian disalurkan ke sejumlah yayasan milik Suharto. Dana itu itu kelak dialokasikan untuk menopang basis politis sang presiden.

Kesepakatan itu berjalan baik. Mereka berhasil selamat dari periode protes anti-Cina, kecaman pedas dari para loyalis Suharto, dan bahkan munculnya kepentingan bisnis anak-anak Suharto mulai pertengahan 1980-an.

Ketika Suharto akhirnya dilengserkan dari kursi presiden pada Mei 1998, dibarengi ambruknya perekonomian Indonesia, semua pihak yang dekat dengannya disinyalir akan tumbang. Liem, saat itu baru menginjak usia awal 80 tahunan, menjadi target utama. Rumahnya dilabrak massa dan ia terpaksa terbang ke Singapura. Sebagian besar imperium bisnis Liem roboh. Namun, Salim Group segera bangkit dengan digawangi Liem dan putranya, Anthony. Kini, kelompok itu kembali menjadi konglomerasi bisnis Indonesia yang unggul dan memiliki beragam usaha. Dalam daftar terbaru orang terkaya Indonesia oleh Forbes, keluarga Salim menduduki peringkat ketiga dengan jumlah kekayaan bersih USD5,9 miliar.

Buku ini ditulis dengan sedemikian rupa sehingga siapapun akan terbetot untuk membacanya. Meski demikian, dengan tebal 600 halaman, kedua pengarang sebetulnya bisa saja meringkas beberapa bagian untuk memperkaya analisis. Contohnya, sebagai negara berpenghasilan menengah-bawah, wajar jika Indonesia tidak mencatat prestasi gemilang dalam indikator korupsi atau kelembagaan dan semacamnya. Namun, terdapat tiga hal yang patut disorot: perekonomiannya tumbuh lebih pesat dari negara lain dalam setengah abad belakangan; peralihan kekuasaan yang berlangsung tiba-tiba namun sukses, dari kekuasaan otoriter ke pemerintahan demokratis pada 1998-99, serta berlanjutnya dominasi usaha etnis minoritas Cina yang jumlahnya mencapai 3 persen dari total penduduk. Perbandingan dengan negara lain yang juga berkembang di bawah dominasi kelompok bisnis seperti Korea Selatan (dengan chaebol) dan Jepang (keiretsu) akan membantu.

Perdebatan pun meruap: apakah figur dunia usaha itu pemburu rente atau kapitalis sejati?

Namun, kesemua itu remeh-temeh. Buku itu adalah sejarah bisnis dan politik dalam bentuk terbaiknya: kajian dengan kedalaman luar biasa. (Oleh Hal Hill)

Artikel ini pertama kali dipublikasikan di Wall Street Journal.
SUMBER : Okezone.com


All times are GMT +7. The time now is 05:08 PM.

Powered by vBulletin® Version 3.8.7
Copyright ©2000 - 2024, vBulletin Solutions, Inc.
Search Engine Optimisation provided by DragonByte SEO v2.0.37 (Lite) - vBulletin Mods & Addons Copyright © 2024 DragonByte Technologies Ltd.