forumku

forumku (https://www.forumku.com/)
-   Forumku Asiaku (https://www.forumku.com/forumku-asiaku/)
-   -   Akhirnya, Erdogan Beri Trump ‘Serangan Menyakitkan’ untuk Yerusalem (https://www.forumku.com/forumku-asiaku/76269-akhirnya-erdogan-beri-trump-serangan-menyakitkan-untuk-yerusalem.html)

Itsaboutsoul 24th January 2018 07:36 PM

Akhirnya, Erdogan Beri Trump ‘Serangan Menyakitkan’ untuk Yerusalem
 
Erdogan memberi Trump sebuah serangan, karena telah menginjak-injak seluruh sensitivitas budaya dan agama di negara-negara Muslim, dan mengabaikan konsekuensi yang bisa diprediksi dari kebijakan luar negerinya yang kacau. Dicintai atau dibenci, pemimpin Turki tersebut muncul sebagai penengah di kawasan itu bersama rekan-rekannya di Moskow dan Teheran, sambil tetap menjaga kepercayaan NATO. Turki bukanlah suatu entitas yang tertindas dan bersedia menyerahkan diri kepada AS atau Barat.

Oleh: Yvonne Ridley (Middle East Monitor)

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah seorang ahli dalam kata-kata yang berapi-api—dan lebih dari sekadar sebuah pertandingan bagi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump—ketika berbicara mengenai penyampaian pidato yang tanpa kompromi dan menggelegar. Namun, tidak seperti presiden dari Washington—yang lebih merupakan seorang oportunis yang senang mengeluarkan pernyataan singkat—pemilihan waktu dan strategi oleh Presiden Turki terkait urusan luar negeri tampaknya sempurna.

Bukan kebetulan bahwa Wakil Presiden Trump, Mike Pence, tiba di Timur Tengah pada hari yang sama saat Turki melancarkan serangan militer terhadap sekutu Kurdi Amerika yang telah beroperasi di perbatasan Suriah-Turki selama beberapa tahun. Erdogan memberi Pence kursi khusus dalam mengajarkan soal kebijakan luar negeri Timur Tengah, sambil menunjukkan kepada AS betapa tidak efektif dan tidak berdayanya AS di kawasan ini.

Bahkan teman lama Washington, Raja Abdullah II dari Yordania, memperingatkan Pence pada Minggu (21/1), bahwa AS harus “membangun kembali kepercayaan dan kepercayaan diri”, sebagai akibat dari deklarasi Yerusalem yang dibuat oleh Trump pada bulan Desember. Tanda-tanda peringatan sudah ada sejak berbulan-bulan yang lalu, dan walau pengakuan Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan niatnya untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem memicu kemarahan dan kecaman dari Ankara, namun Erdogan tetap berhati-hati, dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Sementara itu, Trump terus mengelilingi dirinya dengan para pendukung dari Israel, meskipun yang seharusnya dia lakukan adalah berbicara dengan para ahli sebenarnya di wilayah tersebut, dan bukan para penjilat Israel, termasuk Duta Besar AS di Tel Aviv, David Friedman—seorang pendukung kependudukan ilegal Yahudi di Tepi Barat yang dikuasai.

Pergeseran dramatis dalam kebijakan AS mengenai Yerusalem ini, memicu demonstrasi yang meluas oleh masyarakat Palestina dan masyarakat lainnya di negara-negara Muslim; hal ini sudah diperkirakan. Apa yang tidak diperkirakan adalah, bahwa hal itu juga memicu kecaman global, termasuk beberapa dari negara-negara NATO dan sekutu tradisional AS. Amerika tergelincir dan menjadi lebih terasingkan karena kegagalan Trump untuk memahami wilayah tersebut. Dengan menjaga segelintir negara Arab dengan uang minyaknya, itu tidak akan memberikannya pengaruh dan kekuatan seperti yang pernah dimiliki Amerika Serikat.

Selama akhir pekan, militer Turki menyerang pasukan Kurdi yang didukung AS di Suriah utara, meskipun terdapat peringatan lisan dari Amerika. Hanya sedikit negara yang akan senang dengan kependudukan jangka panjang di perbatasannya oleh 30 ribu tentara asing, dan tidak terkecuali Turki. Namun demikian, AS mengharapkan pemerintah di Ankara untuk duduk tenang dan tidak berbuat apa-apa terhadap wilayah Kurdi yang berkembang di Suriah, yang dikenal dengan nama Afrin.

Hal itu tak terelakkan—dan sangat jelas bagi semua pihak kecuali pemerintahan Trump—bahwa pasukan darat Turki akan dimobilisasi. Selama akhir pekan, 24 jam setelah pengeboman udara yang intens, serangan darat diluncurkan oleh Ankara, yang disebut sebagai Operasi Cabang Zaitun. Bagaimana anda melakukan operasi cabang zaitun dengan serangan udara, bom, dan peluru, masih sangat tidak jelas; dalam hal pemberian nama kode militer yang tidak sesuai, hal itu sama dengan “Operasi Penahanan Kebebasan” oleh George W Bush yang menggelikan, yang diberikan untuk invasi dan perang di Irak pada tahun 2003. Operasi Erdogan yang direncanakan secara strategis itu, menargetkan 150 lokasi di wilayah yang dikuasai Kurdi pada Sabtu (20/1) siang.

Militan Kurdi yang didukung AS membalas dengan menembaki provinsi Kilis di Turki di seberang perbatasan; Tampaknya perang habis-habisan telah dimulai antara Turki dan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan sayap politik mereka Partai Persatuan Demokratik (PYD). Sejauh yang diketahui Ankara, keduanya merupakan sayap Suriah dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK)—sebuah organisasi yang dianggap teroris, yang telah berjuang melakukan pemberontakan selama beberapa dekade melawan negara Turki.

Hanya orang bodoh yang akan mengabaikan tanda-tanda peringatan tersebut, namun sampai sekarang kita melihat sekutu NATO di Turki menyampaikan kekhawatiran (dan pura-pura terkejut) terhadap serangan militer tersebut. Ankara telah berulang kali mengungkapkan kemarahannya pada perluasan YPG di Suriah utara, dan mempertanyakan keterlibatan Amerika, sejak AS mulai memberikan dukungan dan senjata kepada kelompok tersebut, mengingat YPG menjadi ujung tombak dalam serangan terhadap ISIS di wilayah tersebut.

Tampaknya Trump telah meremehkan Presiden Erdogan, dengan percaya secara naif bahwa, sebagai sekutu NATO, Turki akan benar-benar sesuai dengan kebijakan luar negeri pimpinan AS. Pemimpin Turki tersebut memperingatkan bahwa dia tidak akan melakukan itu, dan saat ini dia telah menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang menepati kata-katanya.

Serangan Afrin terjadi setelah AS mengumumkan bahwa mereka akan melatih sebuah pasukan untuk melakukan patroli perbatasan di Suriah, yang akan mencakup YPG sebagai komponen utamanya. Hal ini terlepas dari jaminan yang dibuat secara pribadi oleh Trump kepada Erdogan beberapa bulan yang lalu, bahwa AS akan berhenti mendukung YPG.

Turki bukanlah suatu entitas yang tertindas dan bersedia menyerahkan diri kepada Amerika Serikat atau negara Barat. Turki melakukan campur tangan dalam perang Suriah pada bulan Agustus tahun 2016, untuk membatasi perluasan Kurdi di sebelah barat Sungai Efrat, dan sambil melakukan hal itu, Turki juga mengusir ISIS, yang menguasai kota-kota perbatasan utama.

Singkatnya, Trump dan para jenderalnya (apakah Trump benar-benar mendengarkan mereka?), telah mendorong Turki untuk meluncurkan serangan militer sepihak ini di Afrin. Apa yang seharusnya lebih menjadi perhatian NATO adalah, bahwa serangan ini jelas telah dilakukan dengan restu dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Tentunya jelas bahwa jika negara-negara NATO mengabaikan dilema Turki, maka negara lain yang beroperasi di wilayah ini—Moskow, misalnya—akan melakukannya.

Kita hanya bisa menyimpulkan bahwa AS dan NATO menjadi semakin tidak relevan, tidak hanya di Suriah, tapi juga di Timur Tengah secara keseluruhan. Kawasan ini membentuk kembali cakupannya sendiri, dan kekuatan yang muncul sekarang tampaknya adalah Rusia, Iran, dan Turki. Sekilas, paling tidak, ini terlihat seperti kabar baik bagi Bashar Al-Assad—pemimpin otoriter Suriah—yang mendekati akhir dari perang tujuh tahun, dengan kemenangan militer yang menguntungkannya.

Sekali lagi, negara Barat harus disalahkan atas hal ini, karena kesalahpahaman yang jelas tentang wilayah tersebut, dan mengakibatkan tindakan yang tidak maksimal. Yang lebih penting lagi, bisa dibilang karena dipercepat oleh arogansi dan ketidaktahuan pemerintahan Trump, pengaruh AS semakin berkurang. Dua tahun yang lalu, mungkin tidak terbayangkan bagi tentara Turki untuk bergabung dengan para pemberontak yang didukung Suriah untuk menyerang pasukan YPG yang dipersenjatai oleh AS, tapi itulah yang terjadi hari ini, dan terdapat banyak dukungan dari masyarakat Turki untuk serangan militer Erdogan terhadap musuh bebuyutan negaranya tersebut.

Presiden Turki telah memperingatkan bahwa kehadiran militer Kurdi tidak hanya menjadi ancaman bagi perbatasan Turki, namun juga integritas kedaulatan Suriah. Wilayah yang dikuasai Kurdi secara tidak sah, dengan tegas harus dikembalikan kepada Suriah.

AS meminta Turki untuk menghentikan serangannya, namun walau Ankara menegaskan bahwa pihaknya masih merupakan sekutu yang dapat diandalkan di NATO, jelas bahwa serangan terhadap pasukan Kurdi di Afrin tidak akan dihentikan. Walau pendekatan antara Rusia dan Turki pasti akan menimbulkan kekhawatiran di dalam NATO, namun negara-negara anggota organisasi tersebut mengetahui bahwa tidak ada negara yang berbuat lebih banyak untuk menghancurkan ISIS dan membantu intelijen Barat dalam melawan kelompok teroris tersebut, lebih daripada Turki.

Peringatan dan permohonan Erdogan telah diabaikan oleh sekutu-sekutunya NATO selama lima tahun terakhir; dan ini akan kembali menghantui mereka, karena mereka sekarang tidak berdaya untuk campur tangan atas nama Kurdi. Prancis, sementara itu, menyerukan dilakukannya sidang darurat Dewan Keamanan PBB, namun hanya sedikit yang bisa dilakukan PBB—atau telah dilakukan—untuk wilayah tersebut.

ISIS telah menarik perhatian yang tidak signifikan, dan kebijakan Barat memiliki sedikit atau tidak ada dampak pada kebijakan Timur Tengah. Para kritikus bisa—sekali lagi—menyalahkan pemerintahan Trump sebagai penyebab kerusakan. Keputusan Presiden AS atas Yerusalem—yang dibuat meskipun terdapat peringatan yang diberikan oleh Ankara dan negara lainnya—jelas tidak akan pernah membantu situasi ini.

Dengan demikian, Erdogan memberi Trump sebuah serangan, karena telah menginjak-injak seluruh sensitivitas budaya dan agama di negara-negara Muslim, dan mengabaikan konsekuensi yang bisa diprediksi dari kebijakan luar negerinya yang kacau. Mencintai Erdogan atau membencinya, pemimpin Turki tersebut muncul sebagai penengah di kawasan itu bersama rekan-rekan di Moskow dan Teheran, sambil tetap menjaga kepercayaan NATO.

Jika Mike Pence dan penasihatnya cukup bijaksana, mereka akan melupakan kunjungan Timur Tengah mereka dan langsung menuju Ankara. Mereka bisa menggunakan waktu penerbangan mereka, untuk berdoa agar Presiden Erdogan punya waktu dan keinginan untuk berbicara dengan mereka.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.

Sumber : Akhirnya, Erdogan Beri Trump ‘Serangan Menyakitkan’ untuk Yerusalem


All times are GMT +7. The time now is 04:57 PM.

Powered by vBulletin® Version 3.8.7
Copyright ©2000 - 2024, vBulletin Solutions, Inc.
Search Engine Optimisation provided by DragonByte SEO v2.0.37 (Lite) - vBulletin Mods & Addons Copyright © 2024 DragonByte Technologies Ltd.