Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut jika Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan bentuk penyederhanaan dan konsistensi, sehingga masyarakat tak perlu memiliki nomor identitas yang berbeda-beda.
Sebelumnya dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), NIK resmi digunakan sebagai NPWP. Namun hal itu membuat khawatir, jika seluruh warga yang telah memiliki KTP harus membayar pajak.
Tetapi Sri Mulyani mengatakan bahwa pajak hanya diperuntukan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar. "Jadi NIK menjadi NPWP tidak serta merta menyebabkan yang punya NIK harus wajib pajak. Mereka harus memiliki kemampuan ekonomi untuk bisa membayar pajak," ujar Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP di Bandung, Jumat 17 Desember 2021.
Selain itu, pajak penghasilan diwajibkan begi mereka yang memiliki penghasilan tinggi. "Kalau pendapatan Anda Rp 20 juta sebulan itu berarti Rp 240 juta setahun ya pantes-pantesnya bayar pajak. Bayar pajaknya bukan untuk dikumpulkan Kemenkeu atau Dirjen Pajak, dipakai untuk yang tidak mampu tadi, untuk bangun infrastruktur," katanya.
Untuk keluarga yang tak mampu, Sri Mulyani menyebut pajak akan ditanggung oleh pemerintah. "Kalau Anda enggak punya pendapatan ya Anda enggak bayar pajak. Kalau Anda tidak punya kemampuan, Anda dibantu negara. Contohnya 10 juta keluarga di Indonesia itu mereka enggak bayar pajak," lanjutnya.
Bahkan, mereka keluarga yang kurang mampu, akan diberikan bantuan oleh pemerintah. "Mereka diberi PKH. Anaknya diberikan santunan untuk beasiswa, ibu hamil diberikan tambahan, kalau di keluarga ada lansia diberi tambahan, itu masih ditambah lagi sembako," kata Sri Mulyani.
"Jadi PKH plus sembako. Mereka enggak bayar pajak, mereka sudah pasti enggak bayar pajak karena mereka keluarga yang tidak mampu," lanjutnya. Menurutnya UU HPP, lanjutnya, juga menyederhanakan sanksi bagi para wajib pajak. Penyederhanaan ini bertujuan untuk mengurangi beban, tapi tetap memberi sanksi.
Kemudian, bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar pajak, namun mereka tidak bayarnya, maka sanksinya sama dengan berapa nilai uang yang hilang itu, makanya berdasarkan suku bunga yang berlaku.
"Kalau harusnya bayar 2018 kemudian dia sembunyikan ketahuan tahun 2020 maka dia harus bayar kewajiban 2018 plus beban bunga karena harusnya uang itu diterima negara tahun 2018," ujarnya.
sumber