Memang benar situasi penegakan hukum di Indonesia umumnya bisa di ibaratkan jadi benang kusut yg diakibatkan judicial corruption yg udah membudaya serta skema memikir aparat penegak hukum berkenaan hak asasi manusia yang wajib dilepaskan dari kultur lama.
Baca Juga:
MEA adalah
Di sektor hak asasi manusia, sayangnya, sejumlah warga Indonesia udah berganti dari warga majemuk yg punyai perasaan sosial yg tinggi berubah menjadi manusia Indonesia yg punyai degradasi nilai-nilai kemanusiaan yg mencemaskan. Masalah ini diunjukkan dengan perbuatan intoleransi, kekerasan, anarkisme, perlawanan pada petugas atau demikian sebaliknya, sama sama serang antar grup, dll. [6]
Baca Juga:*
contoh perusahaan manufaktur
Perihal itu bisa berlangsung lantaran penegakan hukum gak berjalan sesuai impian hingga warga mengerjakan usaha penegakan hukum melalui langkah mereka sendiri lewat bentuk-bentuk pengadilan massa yg berakhir pada tindakan-tindakan pelanggaran HAM. Bahkan juga di lain bagian, histori ceritakan juga ada penegak hukum yg selayaknya buat perlindungan hak asasi manusia masyarakatnya, jadi lakukan perbuatan demikian sebaliknya.
Artikel Terkait:
kewirausahaan
Penegakan hukum yg selayaknya merupakan satu proses di lakukannya usaha aplikasi norma-norma hukum dengan cara fakta biar hukum bisa memiliki fungsi serta ditegakkan jadi petunjuk tabiat dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara, baik oleh semasing penduduk negara atau aparat penegak hukum yg miliki pekerjaan serta kekuasaan menurut undang-undang (Satjipto Raharjo, 2005) .
Masalah ini sesuai adagium yg dikemukakan oleh Cicero, ialah “ubi societas ibi ius”, yg bermakna “di manakah ada warga, disana ada hukum”. Warga tidak bisa hidup tiada hukum, lantaran norma-norma hukum tersebut yg mengontrol kehidupan manusia dalam bermasyarakat.